Politikus NasDem: Sejak 2014, Serangan Atas Jokowi Tiada Henti
Serangan terhadap pemerintahan Pesiden Joko Widodo belakangan terus berlangsung dengan dan sejumlah isu negatif yang berhubungan dengan kebijakan pemerintah pun terus digunakan oleh pihak-pihak tertentu yang berkepentingan.
Wakil Sekretaris Jenderal Partai Nasdem, Willy Aditya, mengakui, serangan terhadap Presiden terus berlangsung sejak 2014 dan makin massif terjadi menjelang persiapan Pemilu 2019, di mana salah satu calon yang ikut maju tentunya adalah calon petahana Presiden Jokowi itu sendiri.
“Terkait 2019, memang tahun politik datang lebih cepat karena Jokowi juga bekerja baik dan dirasakan sampai pelosok. Pemerataan pembangunan benar-benar dirasakan. Makanya calon lawan politik selalu mencari celah,” kata Willy di Jakarta, Selasa (1/8).
Menurutnya, pada Pilpres 2014 sebelumnya yang diikuti hanya dua pasang kandidat membuat kondisi politik akan terus panas. Mirisnya, kondisi itu pun terus berlangsung hingga saat ini.
“Kita lihat saja sejak 2014 serangan Jokowi tidak pernah berhenti. Semua kebijakan Jokowi akan mendapatkan kritik dan serangan bahkan kebijakan yang baik sekalipun,” ungkapnya.
Sebagai contoh yang belakangan terjadi seperti isu dana haji yang terus digunakan untuk menjatuhkan citra pemerintahan. Padahal, jika dirunut ke belakang, kebijakan itu tidak hanya kali ini saja digunakan.
“Itu kan (dana haji) sudah dipakai sejak tahun 2009 melalui SBSN (surat berharga syariah negara) atau sukuk untuk pembiayaan pemerintah termasuk infrastruktur. Sifatnya pasif, risikonya juga nol karena dijamin pemerintah,” ujar Willy.
Bedanya dengan yang dulu, pemerintahan Jokowi saat ini sangat terbuka kepada masyarakat. Oleh sebab itu, ide tersebut disampaikan dulu untuk meminta tanggapan masyarakat.
“Jika kita jujur ini pertanda pemerintahan jokowi demokratis dan terbuka terhadap masukan masyarakat,” ujarnya mengingatkan.
Namun demikian, namanya proses politik tentu bisa dibuat menjadi serangan dan opini yang terus menyudutkan. Proses demikian pun sudah biasa, walau kenyataannya tidak sehat terhadap pembangunan infrastruktur dan karakter manusia indonesia.
“Di malaysia sendiri dana haji juga dipakai untuk infrastruktur bahkan membuka perkebunan. Ini soal kesadaran yang lebih besar untuk negara,” kata Willy.
Sumber : Berita Satu