Urgen Payung Hukum Kekerasan Seksual, Baleg Percepat Pembahasan RUU PKS
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Willy Aditya menyatakan perlunya percepatan pembahasan dan pengesahan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS). Dimana kondisinya saat ini isu kekerasan seksual belum memiliki payung hukum. Sebagai contoh, kekerasan seksual secara digital naik sebesar 300 persen akibat kekosongan payung hukum tersebut.
“Angkanya (kasus kekerasan) besar, tapi penanganan hukum dan pemberian perlindungannya belum sesuai. Sehingga kekerasan seksual disebut sebagai tindak pidana khusus tapi belum diatur dalam KUHP,” terang Willy dalam sebuah acara diskusi daring tentang RUU PKS, Rabu (28/7/2021).
Mengutip pendapat Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia Profesor Topo Santoso, Willy menjelaskan kekerasan seksual merupakan tindak pidana khusus karena belum diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Dia mengatakan KUHP baru mengatur tentang pemerkosaan, perzinaan, dan aborsi.
KUHP, kata politisi Fraksi Partai NasDem itu, baru mengatur penindakan hukum kepada pelaku pemerkosaan, perzinahan, dan aborsi. Pendekatan hukum melalui KUHP dinilai Willy belum memiliki perspektif perlindungan korban sehingga aparat penegak hukum hanya fokus pada penindakan pelaku.
“Korban seringkali dapat stigma. Jadi apa yang tidak diatur dalam KUHP itu yang akan jadi materi muatan di dalam RUU PKS,” jelas legislator dapil Jawa Timur XI tersebut. Adapun proses penyelesaian naskah RUU ditargetkan akan tuntas pada awal pembukaan masa sidang DPR pada 18 Agustus mendatang.
“Kami (Baleg DPR RI) terus bekerja, melakukan sinkronisasi dengan UU lain seperti UU ADRT, UU Perkawinan, UU ITE, UU Pornografi. Kami sedang membangun benang merahnya,” ungkapnya. Diakui Willy, pembahasan RUU PKS telah melahirkan perdebatan yang alot lantaran erdapat benturan ideologi dan cara pandang.
“Faktanya memang perdebatan terjadi sangat alot, ini concern kami di Panja. Saya terus bangun komunikasi yang intensif dengan semua pihak untuk kemudian mencari solusi terhadap kendala-kendala agar bisa sama-sama menjalankan niat baik,” urai Anggota Komisi XI DPR RI itu.
Setidaknya terdapat tiga poin penting dalam RUU PKS yang sedang dalam tahap pembahasan di Baleg ini. Yaitu UU ini penting karena adanya kekosongan payung hukum untuk masalah kekerasan seksual, aparat penegak hukum harus berperspektif korban, dan UU ini harus berpihak kepada korban.
Sumber : dpr.go.id