Posted on / by Willy Aditya / in Berita

41 Tahun Ratifikasi CEDAW, Ini Catatan dari Willy Aditya

INDONESIA telah memasuki usia 41 tahun pascaratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita (CEDAW). Ketua Komisi XIII DPR Willy Aditya menilai sejumlah pekerjaan rumah masih harus diperhatikan.

“Kalau masih ada peraturan yang dirasa belum akomodatif ayo kita perbaiki. Komisi XIII dengan mitranya kementerian hukum, Kementerian Setneg, dan lainnya bisa dengan segera dan cepat menuntaskan,” kata Willy melalui keterangan tertulis, Kamis (31/7).

Beberapa Pencapaian?
Willy mengatakan sejumlah pencapaian telah diwujudkan pascaratifikasi, seperti Kementerian Urusan Wanita di era orde baru, pendirian Komnas Perempuan hingga terbaru mengundangkan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).

“Disahkannya UU bukan berarti garis akhir perjuangan. Pengawasannya, implementasinya ini menjadi hal yang terus menerus harus dipastikan,” ujar Willy.

Sebuah Aturan?
Willy mengatakan antidiskriminasi yang telah tertuang di sebuah aturan, harus dikawal implementasinya. Sehingga, tidak cuma ramai ketika pembuatan aturan tersebut.

“Budaya baru anti diskriminasi ini yang harus dipastikan tercipta setelah rekayasa melalui hukum. Ini tidak boleh kita lalaikan setelah menggebu-gebu menghasilkan undang-undang,” ucap Willy.

Politik Legislasi?
Ketua DPP Partai NasDem ini mengatakan politik legislasi untuk membuat suatu aturan yang diharapkan menjadi implementasi CEDAW, perlu juga diiringi dengan politik anggaran sebagai pendampingnya. Dia mencontohkan di Badan Anggaran (Banggar) DPR yang belum ada pimpinan dari kalangan perempuan.

“Bayangkan, di Badan Anggaran DPR saja tidak ada pimpinan yang perempuan. Kita mau antidiskriminasi ini juga terimplementasi di dalam politik anggaran negara. Ini butuh lebih banyak keterlibatan anggota DPR perempuan dan kepemimpinan perempuan untuk memberi arahannya,” ujar Willy.

Willy menekankan pentingnya aktivis perempuan dan semua kalangan yang berkepentingan terhadap implementasi anti diskriminasi ini membangun blok politik. Sehingga dapat menyusun agenda-agenda perubahan yang lebih strategis dan sistematis.

Politisi Perempuan?
Menurut dia, blok politik yang demikian ini bukan hanya berisi dan mengundang politisi perempuan, melainkan mengundang siapapun politisi parlemen. Khususnya yang berkepentingan terhadap agenda antidiskriminasi dan menginginkan kesetaraan.

“Ada kaukus perempuan parlemen memang. Namun ini harus dimajukan sebagai blok politik dengan susunan agenda yang jelas untuk mengajak lebih banyak keterlibatan. Artinya ini bukan sekadar politik legislasi dan anggaran. Dia lebih besar dari itu, ini adalah politik harapan yang semua orang bisa terlibat berjuang bersama,” ucap Willy.

*sumber : media indonesia

Tinggalkan Balasan