Posted on / by Willy Aditya / in Berita

Baleg Harap RUU PSDK Bisa Cegah Ego Sektoral Antar Penegak Hukum

JAKARTA, KOMPAS.com – Badan Legislasi (Baleg) DPR RI berharap Rancangan Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban (RUU PSDK) dapat memperkuat koordinasi antar-aparat penegak hukum, dan mencegah ego sektoral dalam proses penyelidikan hingga penuntutan perkara. Ketua Baleg DPR Bob Hasan menegaskan pentingnya ketentuan kerja sama antar-lembaga, agar tidak ada persaingan kewenangan dalam penanganan saksi dan korban. “Seyogyanya atau sejatinya harus seperti apa dan kita harus lebih mengarahkan kepada tidak adanya ego sektoral, tidak adanya perbedaan-perbedaan, tetapi kemudian semuanya tujuannya adalah untuk mencapai kepada keadilan hukum, dan kepastian hukum,” ujar Bob Hasan dalam rapat harmonisasi revisi undang-undang bersama Kejaksaan Agung dan Polri, Rabu (3/12/2025).

Bob menekankan bahwa Kejaksaan dan Polri memiliki peran sentral dalam penerapan perlindungan saksi dan korban di lapangan. Oleh karena itu, masukan dari kedua institusi tersebut diperlukan untuk menjamin efektivitas penguatan aturan yang tengah dibahas.  “Ini juga bertujuan untuk memperoleh masukan praktis mengenai efektivitas penerapan UU saat ini, tantangan operasional dalam mengatasi ancaman fisik maupun psikis terhadap saksi dan korban, serta bagaimana penguatan RUU untuk menjamin proses hukum tanpa intimidasi dan memperkuat sistem penegakan hukum secara keseluruhan,” tuturnya. Bob mengakui bahwa substansi revisi lebih banyak menekankan pada penguatan posisi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), termasuk independensinya dalam proses hukum

Namun, tetap terdapat irisan dalam proses pemeriksaan korban hingga pengelolaan alat bukti, sehingga pemenuhan aspek hak asasi manusia tetap harus menjadi perhatian dalam penyusunan regulasi. “Nah saya pikir, saya lebih menebalkan tentang kedudukan LPSK, yang kedua tentang koordinasi, kinerja koordinatif antara LPSK dengan APH,” jelas Bob.

Sebagai informasi, Ketua Komisi XIII DPR RI Willy Aditya menyampaikan bahwa Komisi XIII telah menuntaskan penyusunan draf perubahan Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban (PSdK), Senin (10/11/2025). Willy menjelaskan, salah satu perubahan mendasar dalam revisi ini adalah penyesuaian judul RUU. Judul diubah dari Undang-Undang Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban menjadi Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban. “Jadi kita geser sedikit biar lebih luas. Lembaga ada (diatur) di dalamnya, tapi yang mau kita tekankan adalah perlindungan terhadap saksi dan korban,” ujar Willy di Gedung DPR RI dalam siaran pers.

Dia menegaskan, revisi ini bukan perubahan kecil karena lebih dari 50 persen substansi undang-undang mengalami perombakan untuk memperkuat aspek perlindungan bagi korban. “Jadi (perubahan undang-undang PSDK), tidak hanya berbicara institusinya, tapi berbicara tentang perlindungannya. Ini undang-undang yang mencoba memberikan rasa keadilan dan kehadiran negara bagi korbannya,” ujarnya.

Willy menambahkan, semangat utama revisi adalah penerapan restorative justice untuk memulihkan hak-hak korban. Selama ini, perhatian publik dan aparat hukum lebih banyak tertuju pada penghukuman pelaku.  “Kita lupa tentang hak-hak korban, saksi korban, informan, ahli yang juga mendapatkan ancaman. Undang-undang ini hadir untuk memberikan perlindungan yang komprehensif,” jelasnya.

Saat ini, pembahasan RUU PSDK tengah memasuki tahap harmonisasi di Baleg DPR RI sebelum nantinya dibahas lebih lanjut lagi di Komisi XIII.

cc : Kompas.com

Tinggalkan Balasan