Komisi I DPR menekankan riset penting dalam industri pertahanan
Industri pertahanan nasional membutuhkan paradigma baru. Ia tidak bisa hanya berkutat dalam urusan pemenuhan kebutuhan pertahanan semata, namun harus mulai masuk ke tahap yang lebih strategis. Kebutuhan akan riset dan pengembangan (R&D) dipandang bisa menjadi awal dari tahap tersebut.
“Paradigmanya harus holistik dan integratif, tidak bisa parsial lagi. Jika tidak kita akan terus tertinggal; hanya menjadi pembeli, paling jauh menjadi pembuat, tanpa skema industri yang memadai. Karena itu, keseriusan kita pada riset dan development saya kira bisa menjadi awalannya,” kata anggota Komisi DPR RI Willy Aditya, di sela-sela kunjungan kerja Komisi I ke PT. Len, PT. Hariff Tunggal Engineering, dan PT. Dirgantara Indonesia di Bandung, Jumat (15 November 2019).
Menurut Willy, pengembangan industri pertahanan bisa dimulai dari membangun kemampuan SDM, penguasaan teknologi, hingga memproduksi senjata, kendaraan, dan alat sendiri. Sebab jika kita mengambil langkah untuk memulai maka selamanya kita tidak akan punya nilai tawar terhadap negara lain.
Lebih jauh dia menjelaskan, kekuatan pertahanan negara-negara di dunia saat ini tidak sekadar didukung oleh man power atau personel militer aktif yang besar secara kuantitas. Lebih dari itu, ketersediaan dan kemampuan kita akan teknologi yang canggih juga menjadi pendukung lainnya.
“Nah, salah satu mekanisme penguasaan teknologi pertahanan ini tentunya adalah melalui riset yang komprehensif,” ungkapnya.
Riset yang komprehensif, sambungnya, adalah riset yang dilakukan dalam rangka mengembangkan industri pertahanan yang integratif. Artinya, industri pertahanan nasional tidak hanya bertumpu pada sektor manufaktur, yang dalam hal ini, Pindad. Ia juga harus terintegrasi dengan sektor-sektor lainnya, seperti industri penerbangan, telekomunikasi, industri kapal, hingga industri pengembangan teknologi nuklir.
“Dengan skema yang demikian, industri pertahanan kita menjadi integratif. Integratif baik dalam skema industrinya, terlebih lagi dalam tujuan nasionalnya. Jadi sektor telekomunikasi, penerbangan, laut, dan sektor-sektor terkait lainnya, disatukan oleh kepentingan nasional. jika ini terjadi, saya kira kita bisa nomor satu di ASEAN, bahkan menjadi negara adidaya ketiga,” ucap Willy.
Disadari olehnya, untuk menuju ke arah sana, memang diperlukan upaya lebih. Tidak hanya payung hukum yang belum ada, kesadaran semua pihak terkait, juga menjadi sangat penting.
“Saya berharap kesadaran ini tidak hanya ada dalam kepala saya, melainkan juga teman-teman yang lain, sehingga dalam upaya merealisasikannya tidak terlalu sulit. Saya berharap ini bukan hanya mimpi saya seorang,” tutupnya.
Sumber : antaranews.com