Nasib RUU PPRT Masih Stagnan dan Terus Digantung Ketua DPR
Jakarta: Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) belum juga disahkan hingga saat ini. Bakal beleid tersebut terjebak dalam pusaran ‘kepentingan’ wakil rakyat dan hingga kini perjalanan legislasinya masih stagnan serta tak kunjung ada kepastian.
Ketua Panitia Kerja RUU PPRT DPR RI, Willy Aditya menuturkan, keputusan pengesahan ada di tangan pimpinan DPR. Kendati ada dorongan dari berbagai fraksi dan sudah menerima surpres dan DIM dari pemerintah, pimpinan lembaga legislatif tak kunjung melanjutkan proses legislasi RUU tersebut. Dikatakan bahwa pengesahan tersebut tidak akan terlaksana jika pucuk pimpinan tak memberi sinyal positif.
“Bisa ditanyakan langsung kepada ketua DPR mengapa belum juga disabkan, karena DIM sudah keluar dan tidak terlalu banyak. Tetapi sampai saat ini RUU PPRT ini tidak bergerak sama sekali, belum pernah dibawa ke rapat badan musyawarah atau rapat pimpinan. Jadi lambat atau cepatnya proses pengesahan ini tergantung pada pimpinan khususnya ketua DPR,” ungkap Willy kepada Media Indonesia pada Kamis, 4 Januari 2024.
Wakil Ketua Fraksi NasDem itu menyebut sikap fraksi-fraksi dinilai tak cukup mendorong pimpinan DPR memulai pembahasan RUU PPRT. Menurut dia, harus ada desakan secara masif oleh berbagai koalisi dan kelompok masyarakat sipil, khususnya organisasi di bidang PRT agar memberi sinyal kepada pimpinan DPR untuk segera melakukan pengesahan.
“Kami masih terus dan tetap meminta pimpinan DPR untuk membahas itu, karena DIM dalam RUU PPRT ini juga tidak terlalu banyak, hampir sama seperti RUU TPKS dulu. Kalau itu dibahas sebenarnya cepat dan pengesahan ini bisa dilakukan dengan segera. Saya optimis kalau berbagai pihak memberikan sinyal dan ditujukan kepada pimpinan DPR, maka bisa segera disahkan,” sebut dia.
Bagaimanapun menurut Willy, komitmen DPR dan kerja maraton yang ditunjukkan tim pemerintah saat merampungkan DIM menjadi sebuah harapan besar kepada para pekerja rumah tangga (PRT) di Tanah Air yang berjumlah sekitar 5 juta orang. Mereka telah menanti selama 19 tahun akan hadirnya payung hukum yang akan mengakui profesi mereka.
“Tentu kolaborasi penting dari semua kelompok kepentingan baik DPR, masyarakat sipil, media khususnya kelompok PRT sendiri. Sejatinya rancangan undang-undang ini tidak hanya melindungi PRT tapi juga pemberi kerja. Belum adanya ketetapan waktu pengesahan membuat masyarakat harus mendorong RUU ini khususnya kepada pimpinan DPR,” jelasnya.
Terpisah, Komisioner Komnas HAM Anis Hidayah memandang pengesahan RUU PPRT dinilai sangat mendesak. Sebab, memberikan perlindungan terhadap PRT sebagai salah satu pekerja perempuan yang tentan mengalami kekerasan dan pelanggaran HAM.
“Proses legislasi yang sudah hampir 20 tahun mandek di DPR itu perlu terus mendorong. Saat ini masa pemilu hingga nanti pada pergantian pemimpin negara maupun anggota DPR, RUU PPRT ini menjadi penting untuk terus diprioritaskan dan diarusutamakan khususnya pada masa kampanye oleh berbagai pihak terutama bagi mereka yang sedang berkontestasi di pemilu 2024,” kata Anis.
Sejauh ini, Anies menegaskan bahwa Komnas HAM sejak 2022 terus mendorong DPR RI untuk segera menyetujui RUU tersebut sebagai RUU inisiatif DPR dalam sidang paripurna untuk dibahas dan disahkan segera mungkin untuk melindungi kelompok rentan yang memiliki potensi kuat terhadap pelanggaran HAM, seperti PRT dan pekerja migran. Adanya UU PPRT, menurut Anis, akan memberikan landasan hukum yang kuat untuk memberikan perlindungan terhadap mereka.
“Kami memiliki kajian mengenai PRT. Salah satunya ada rekomendasi yang mendorong agar pemerintah dan DPR memprioritaskan pengesahan RUU PPRT sebagai UU. Selain itu, berbagai langkah telah dilakukan untuk mendukung kajian dan memberikan rekomendasi itu sebagai bahan pengesahan RUU PRT. Kami juga selalu berkoordinasi dengan organisasi masyarakat sipil dan melakukan komunikasi dengan DPR khususnya Ibu ketua, untuk bisa memprioritaskan perlindungan PRT,” jelasnya.
*Sumber : Metrotvnews