
Posisi LPSK Perlu Diperkuat dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia
“LPSK benar-benar membutuhkan dukungan dana yang signifikan. Tinggal bagaimana kita harus lihat kapasitas (alokasi dananya),” kata Willy seusai Kunjungan Kerja Spesifik di Kota Batam, Kepulauan Riau, dilansir pada Kamis, 3 Juli 2025.
Willy mengungkapkan LPSK secara keorganisasian perlu dikuatkan. Dia melihat LPSK perlu memiliki kantor-kantor wilayah karena setiap provinsi memiliki kasus pidana yang beragam.
Dalam dua dekade terakhir, Indonesia telah berupaya memperkuat sistem perlindungan saksi dan korban dengan menerbitkan UU Nomor 13 Tahun 2006 yang diperbarui melalui UU Nomor 31 Tahun 2014.
“Kita tentu harus fleksibel merespons kasus-kasus yang ada, karena ekspektasi terhadap LSPK ini tinggi, tapi structure budget-nya limited. Tentu kita harus coba meng-excersise ini, benang merahnya di mana,” ujar Willy.
Legislator Partai NasDem itu menegaskan perkembangan kompleksitas kejahatan, termasuk kejahatan transnasional, cybercrime, pelanggaran HAM berat, kekerasan berbasis gender, hingga kasus yang berdimensi kolektif. Misalnya, kasus agraria dan lingkungan hidup menunjukkan perangkat hukum yang ada belum cukup responsif dan adaptif dalam menjamin perlindungan komprehensif bagi para saksi dan korban.
Bahkan, dalam praktiknya, LPSK masih menghadapi kendala struktural dan fungsional. Seperti, belum diakuinya posisi LPSK secara integral dalam sistem peradilan pidana, keterbatasan anggaran, serta minimnya jangkauan pelayanan di daerah terpencil.