Prajurit TNI Gugur di Kongo, DPR: Pemerintah Harus Sampaikan Nota Protes
Seorang prajurit Indonesia yang tergabung dalam pasukan perdamaian Indonesia di Misi Monusco, Kongo yakni Serma Rama tewas usai diduga diserang oleh pasukan pemberontak Uganda dari Pasukan Sekutu Demokratif (ADF).
Anggota Komisi I DPR Willy Aditya menyayangkan adanya kejadian tersebut. Sebab menurutnya karena semestinya sebagai bagian dari penciptaan suasana damai antar pihak bertikai di Konggo tak seharusnya malah menghadirkan korban jiwa.
“Luar biasa ini, tidak ada penghormatan terhadap etika internasional. Ini harus ada tindakan tegas dari PBB. Pemerintah harus secara resmi menyampaikan nota protes keras dan desakan agar PBB bertindak secara tegas dan efektif terhadap pelanggaran etika berat ini,” kata Willy saat berbincang dengan Okezonedi Jakarta, Kamis (25/6/2020).
Politisi NasDem itu mengatakan setiap anggota TNI yang dikirim dalam misi-misi perdamaian PBB adalah bagian dari penghormatan Indonesia terhadap etika pergaulan internasional. Kemudian misi perdamaian juga merupakan bagian dari pelaksanaan undang-undang dasar untuk menciptakan perdamaian dunia.
Karena itu menurutnya pemerintah harus serius untuk mendesak PBB agar memberi tindakan tegas terhadap pemerintah Kongo untuk menindak penanggung jawab penyerangan Serma Rama.
“Pasukan kita di Kongo itu terlindungi dengan hukum humaniter internasional. Mereka diserang oleh pihak berkonflik tanpa mengindahkan hukum internasional. Tentu serangan yang dilakukan tidak serta-merta terjadi, itu harus diusut dan dikejar pelakunya. Kalau Monusco deklarasi sebagai penyerangnya, maka harus dikejar,” tegasnya.
Tak lupa ia menyampaikan ungkapan dukanya bagi keluarga korban serangan milisi separatis Monusco di Kongo. Dia meminta juga kementerian pertahanan, kemenlu, dan TNI untuk memperhatikan kondisi keluarga korban.
Pasalnya sebagai prajurit yang gugur dalam penugasan, lanjut Willy, Negara harus memberi perhatian bukan hanya anggota TNI yang gugur, namun juga terhadap keluarga yang ditinggalkan.
“Anggota TNI sudah pasti jelas pertanggungjawaban negara terhadapnya. Kadang yang sering dilupakan justru keluarga para anggota TNI ini. Ada masa depan keluarga yang terenggut dari jatuhnya korban TNI. Ini harus dipikirkan, karena jelas-jelas TNI yang gugur dalam bertugas atas nama negara. Ini salah satu mekanisme yang harus kita perbaiki bersama,” beber Willy.
Lebih lanjut Willy menuturkan jika pasukan TNI yang tergabung dalam misi perdamaian internasional, maka harusnya dihormati sebagai upaya memelihara perinsip kemanusiaan. Sejatinya hal ini semestinya dipahami oleh semua pihak yang bertikai.
“Kalau tidak ada lagi penghormatan yang layak terhadap etik internasional bisa bahaya pergaulan internasional nantinya. Karena itu harusnya PBB memberikan tindakan tegas dan terukur,” paparnya.
“Jangan sampai hal seperti ini membuat organisasi internasional makin diragukan disaat ada negara-negara yang mulai dengan sengaja tidak menghormati standar etik internasional,” tutup Willy.
Sekedar informasi, Prajurit Indonesia yang gugur adalah Serma Rama Wahyudi. Ia diduga diserang oleh pasukan pemberontak Uganda dari Pasukan Sekutu Demokratik (ADF).
Sumber : okezone.com