RUU MHA Tidak Tinggalkan Masyarakat Adat Nikmati Hak Pembangunan
Ketua Panja Rancangan Undang-Undang Masyarakat Hukum Adat (RUU MHA) Willy Aditya memastikan, RUU MHA tidak meninggalkan masyarakat hukum adat dari menikmati hak-hak pembangunannya, sebagaimana yang ada dalam prinsip Tradisionalisme. Salah satu usulan dalam draf RUU MHA, tegas Willy, negara menjamin hak pembangunan masyarakat hukum adat dalam semangat negara kesatuan, dan memelihara kearifan-kearifan adat.
“Salah kalau kita menggunakan cara pandang membiarkan masyarakat hukum adat tidak berhak atas pembangunan. Justru, kita harus melihat bahwa ada kebutuhan internal masyarakat hukum adat terhadap pembangunan yang harus difasilitasi negara. Ini yang diusulkan di dalam draf RUU MHA,” jelas Willy dalam keterangan tertulis yang diterima Parlementaria, Senin (9/8/2021).
Diketahui, sejauh ini, wacana mengenai RUU MHA tersebut berada dalam perdebatan antara investasi/pembangunan dengan hak-hak sosial-budaya masyarakat adat, termasuk perlindungan terhadap Hak Ulayat. Namun demikian, Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI ini menekankan persoalan diametral tersebut justru dimoderasi dengan pasal-pasal di dalam RUU MHA itu sendiri, yang menjamin keberlangsungan masyarakat hukum adat dalam menikmati hak pembangunanya oleh negara.
“Narasi diametral ini harus sama-sama kita gantikan dengan narasi yang lebih positif dan konstruktif agar tercapai titik temu yang dapat memenuhi kehendak-kehendak yang ada,” tegas Willy.
Pada September 2020, Rapat Pleno Baleg DPR RI menyetujui harmonisasi RUU MHA yang secara keseluruhan telah disetujui mayoritas fraksi. Secara sistematis, RUU ini terdiri dari 17 Bab dan 58 Pasal, yang memuat beberapa di antaranya terkait identifikasi, pengakuan, pelindungan, hak dan kewajiban, hingga pemberdayaan masyarakat hukum adat. Posisi RUU tersebut saat ini sudah masuk ke dalam Program Legislasi Nasional Prioritas 2021 dan segera masuk dalam Rapat Paripurna untuk disahkan sebagai RUU Inisiatif DPR RI.
Sumber : dpr.go.id