RUU PKS Tak Disinggung Puan, Komunikasi antara AKD dan Pimpinan DPR Ditengarai Tidak Baik
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Willy Aditya menyoroti pidato Ketua DPR Puan Maharani yang tidak menyinggung Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) dalam Pembukaan Masa Persidangan I Tahun Sidang 2021-2024, Senin (16/8/2021).
Menurut Willy, seharusnya RUU PKS diumumkan oleh Puan karena peraturan perundang-undangan itu tengah dibahas di Baleg. Wakil Ketua Fraksi Partai Nasdem itu menengarai hal tersebut terjadi lantaran komunikasi antara Alat Kelengkapan Dewan (AKD) dan pimpinan DPR tidak baik.
“Komunikasi AKD dengan pimpinan tidak berjalan dengan baik. Tidak update. Ini yang kita sesalkan,” kata Willy, dalam keterangannya, Rabu (18/8/2021).
Willy mengatakan, dalam pidatonya, Puan hanya menyebutkan komitmen percepatan pembahasan terhadap tujuh RUU yang masih dibahas oleh komisi.
Padahal, menurut dia, sebenarnya ada beberapa RUU di Baleg yang sebelumnya tinggal menunggu waktu disahkan di rapat paripurna.
Adapun RUU yang dimaksud di antaranya RUU Masyarakat Adat dan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT). “Itu dua undang-undang yang populis,” tutur dia.
Sementara itu, lanjut Willy, RUU PKS dan RUU Pendidikan Kedokteran sedang dalam proses penyelesaian. Dia meyakini, kedua RUU tersebut akan selesai dalam masa sidang kali ini. Hal tersebut yang kemudian disampaikan Baleg kepada pimpinan DPR.
“Tapi, nampaknya tidak dilihat oleh Ketua DPR,” ucap Willy.
Legislator asal Sumatera Barat ini mengatakan, RUU yang kemarin disebut oleh Puan justru merupakan RUU yang baru dibahas di tingkat komisi. Oleh karena itu, ia menduga bahwa AKD lain khususnya Baleg yang menjadi jantung dalam legislasi, justru tidak diajak komunikasi menentukan RUU yang akan diumumkan.
“Padahal, kami selalu update. Update itu kan dari lingkaran, dari staf. Kalau untuk masyarakat hukum adat dan PPRT selaku pimpinan Baleg dan Ketua Panja, saya sudah bersurat tiga kali kepada mbak Puan. Tidak ada respons sama sekali,” kata Willy.
Berdasarakan Tata Tertib (Tatib) DPR, RUU yang sudah disepakati harus diparipurnakan. Ia mengingatkan, pimpinan tidak berhak untuk menghalangi, menahan, atau menunda apa yang diputuskan di tingkat pertama dan bahkan sudah selesai di Badan Musyawarah (Bamus) DPR.
“Kami bahkan beberapa kali di paripurna melakukan interupsi bahwa RUU tersebut harus segera diparipurnakan. Tentu kami menyayangkan komunikasi yang buruk ini,” tutur dia.
Willy mengingatkan agar aturan dalam Tatib DPR harus ditegakkan. Namun, ia memaklumi jika ada kepentingan yang berbeda, sebab DPR adalah lembaga politik.
“Tapi, yang harus dihormati dan menjadi pertimbangan penting adalah jika aturan tidak dijalankan sesuai dengan apa yang tertulis, maka runtuhlah lembaga ini,” tutur Willy.
Willy menyadari adanya perbedaan persepsi terkait urgensi RUU PKS. Namun, ia mengingatkan perbedaan pandangan harus diupayakan melaluid dialog.
Diketahui, Puan menuturkan DPR akan fokus pada penyelesaian sejumlah pembahasan RUU pada tingkat I bersama pemerintah, antara lain RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP), RUU Penanggulangan Bencana, RUU tentang Perubahan Kelima atas UU tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP).
Kemudian, RUU tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, RUU Jalan, RUU Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) dan RUU tentang Sistem Keolahragaan Nasional.
Namun, RUU PKS tak disinggung Puan sebagai salah satu RUU yang akan dipercepat pembahasannya dalam Masa Persidangan I Tahun Sidang 2021-2024.
Hal tersebut diketahui terjadi pada saat Puan menyampaikan pidato dalam Pembukaan Masa Persidangan I Tahun Sidang 2021-2024, Senin (16/8/2021).
Adapun, RUU PKS dinyatakan masih masuk dalam 33 RUU Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021 setelah Baleg DPR menetapkan dalam rapat kerja dengan Menteri Hukum dan HAM dan DPD RI di Kompleks Parlemen, Selasa (9/3/2021).
Sejak digagas Komnas Perempuan pada 2012, pembahasan RUU PKS tak kunjung selesai, bahkan berulang kali ditunda.
Sumber : kompas.com