Willy Aditya dibully saat ajukan RUU Perlindungan PRT di Bamus
Wakil Ketua Badan Legislasi DPR, Willy Aditya, mengatakan dia dirundung (bully) oleh anggota DPR saat mengajukan kembali RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PRT) dalam rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPR.
“Memang ada dua kekuatan besar di DPR yang menolak ini. Yang lebih cenderung menyebalkan karena, kalau boleh jujur di forum ini, saya justru di-bully banyak, di dalam Bamus saya dirundung. Kalau ketemu teman-teman, (mereka bilang): Wah RUU ini nanti PRT kita bisa memenjarakan kita,” kata dia, dalam forum diskusi virtual Denpasar 12 di Jakarta, Rabu (22/7/20).
Ia juga mengungkapkan, DPR juga sering bercanda yang bernada sinis, tentang kemungkinan dia mengajukan “RUU Supir”, “RUU Tukang Kebun”, dan lain-lainnya.
“Dua kali rapat Bamus, bahasa itu menyerang saya,” kata Willy.
Politikus NasDem itu mendengar desas-desus RUU itu dianggap dapat memformalisasi pekerjaan rumah tangga padahal itu hanya kesesatan berpikir dan kurangnya literasi.
“Kalau mereka membaca RUU ini adalah RUU yang sangat gotong-royong, sangat pancasilais dalam relasi kerja yang dibuat. Untuk kepentingan rakyat, tidak usah kita mengedepankan eksistensi,” terang dia.
Kendati dirundung, Willy tetap optimistis bisa terus memperjuangkan RUU itu hingga gol di Rapat Paripurna, karena menurut dia, Bamus sebetulnya tidak memiliki kewenangan untuk menahan RUU Perlindungan PRT itu lebih lama.
Ia menilai penundaan pengesahan RUU yang diajukan sejak 2004 atau 16 tahun lalu itu hanya perkara pertarungan politik antar-anggota Dewan.
“Seandainya Bamus kemarin jajak suara karena Bamus tidak memiliki kewenangan untuk (RUU Perlindungan PRT) ini ditahan ya. Alasan pimpinan itu sangat teknis bahwasanya suratnya belum disposisi,” ungkapnya.
Ketua Panitia Kerja RUU Perlindungan PRT itu akan bersurat kembali kepada pimpinan DPR agar RUU itu dibawa ke Rapat Paripurna pembukaan masa sidang berikutnya.
“Untuk paripurna pembukaan, besok saya akan ke DPR, saya akan mengirim surat lagi. Nanti suratnya saya minta tanda terimanya, biar ini tidak terjadi sulap yang ajaib bin ajaib, ini suratnya dimana ketelingsep, yang begitu-begitu. Dikandaskan oleh alasan teknis administratif,” pungkasnya.
Sumber : antaranews.com