Willy: Politik Perlu Duit, Tapi Bukan Didikte Bohir
Partai NasDem mengakui bahwa perjuangan dalam politik memerlukan modal, termasuk dalam menghadapi kontestasi Pilpres 2024 mendatang.
Namun, Ketua DPP Partai NasDem Willy Aditya menegaskan bahwa partainya menolak untuk tunduk terhadap pendiktean para bohir atau pemilik modal.
“Uang penting dalam perjuangan. Kalau kita lihat saat revolusi bagaimana surat-surat Che Guevara (revolusioner asal Argentina berhaluan Marxis) kepada teman-teman di Prancis bagaimana menggalang dana. Jadi revolusi apa pun perlu uang, apalagi pemilu yang liberal seperti ini. Tapi konteksnya bukan didikte oleh bohir, ingat itu bukan didikte oleh bohir,” kata Willy Aditya dalam acara Kasih Paham! oleh Asumsi, dikutip pada Rabu (23/11/2022).
Politik bersih: Konsistensi NasDem terhadap politik bersih juga ditujukan dengan mengusung agenda “politik tanpa mahar.”
Politik tanpa mahar merujuk pada upaya NasDem untuk menghilangkan setoran calon kepala daerah atau legislator ketika mereka akan maju melalui kendaraan partai yang diketuai Surya Paloh itu.
“NasDem memiliki komitmen terhadap yang namanya melakukan demokratisasi terhadap politik Indonesia dengan tanpa mahar,” katanya.
Pernyataan Fahri: Pernyataan Willy terlontar menanggapi ucapan Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Fahri Hamzah yang menyinggung soal peran bohir dalam politik Tanah Air. Menurut Fahri para bohir inilah yang mendikte partai politik untuk mencari capres yang sejalan dengan kepentingan bisnis.
“Orang-orang ini yang punya kepentingan dengan bisnis juga memantau. Nah inilah yang membuat politik kita dikelola dari belakang, tidak fair, tidak fair kepada rakyat. Efek pendidikan kepada rakyatnya tidak dimunculkan,” kata Fahri dalam forum yang sama.
Bohir cari capres: Fahri Hamzah membaca bahwa capres yang telah diusung oleh partai tertentu cenderung dia dalam mengambil sikap. Sehingga membuat publik buta akan warna asli si capres. Pasifnya capres ini lantaran dikhawatirkan sikapnya akan berbenturan dengan sejumlah pihak.
“Semua capresnya akhirnya cari aman, gak berani ambil sikap. Kenapa? Kalau dia ambil sikap ada tiga benturan yang terjadi, satu benturan kepada massa. Orang seperti Anies ini tiba-tiba menjadi NasDem itukan ada risikonya, karena dia tadinya dianggap ada di kanan, oposisi. Sementara NasDem kan hampir 10 tahun ini pendukung pemerintah,” katanya.
Benturan kedua adalah terhadap elite partai politik, jika capres yang diusung tiba-tiba salah berucap bisa batal pencalonan terhadap dirinya.
“Atau kepada bohir, karena bohir itu cari capres yang sesuai dengan kepentingan bisnis,” ujar Fahri.
Peliput: Asumsi.co