RUU Kementerian Negara: Kabinet Disesuaikan Kebutuhan Presiden
Badan Legislasi (Baleg) DPR mulai membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Revisi ini menyasar pada pengaturan soal jumlah kementerian negara dan penghapusan penjelasan soal wakil menteri.
Wakil Ketua Baleg Willy Aditya menjelaskan, sesuai UUD Negara Republik Indonesia (NRI) 1945, sistem Pemerintah Indonesia adalah sistem Presidensial. Presiden sebagai memegang kekuasaan Pemerintahan menurut UUD dengan dibantu oleh menteri negara. Setiap menteri ini membidangi urusan tertentu dalam Pemerintahan.
“Penyelenggaraan pemerintahan yang dilakukan Presiden dilakukan dengan prinsip pembatasan kekuasaan, negara hukum, demokrasi dan hak asasi manusia,” kata Willy dalam rapat Baleg di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (9/9/2024).
Hadir dalam rapat ini, Menteri Hukum dan HAM Supratman Andi Agtas, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Abdullah Azwar Anas dan perwakilan Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan.
Willy bilang, penyelenggaran Pemerintahan negara yang dilakukan Presiden mesti benar-benar mampu mencapai tujuan nasional, sebagaimana ditentukan dalam Alenia Kempat Pembukaan UUD 1945. Agar penyelenggaraan Pemerintahan berjalan baik dibutuhkan dukungan dari para menteri yang membantu Presiden.
Politisi Partai NasDem ini mengatakan, dalam Pasal 12, 13, 14 dan 15, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara disebutkan bahwa paling banyak 34 kementerian. Berdasarkan ketentuan ini, maka Presiden dapat mengangkat menteri-menteri yang akan membantunya, dibatasi dengan jumlah paling banyak 34 menteri.
Ketentuan ini memerlukan penyesuaian, mengingat tugas penyelenggaraan Pemerintahan semakin strategis.
“Karena Bangsa Indonesia akan menyongsong atau memasuki Indonesia Maju pada tahun 2045, serta tantangan global yang semakin dinamis baik di bidang ekonomi, perdagangan dan isu lingkungan hidup,” sebutnya.
Baleg DPR berpandangan, kabinet yang akan dibentuk Presiden memerlukan postur tertentu yang relevan dengan tantangan global dan memasuki Indonesia Maju tersebut. Atas dasar itu, Presiden perlu fleksibilitas dalam mengangkat menteri, termasuk mengenai jumlah menteri yang diperlukan.
“Dalam hal ini, bisa saja sejumlah menteri yang dibutuhkan tidak mencapai 34 menteri, dan bisa saja malah diperlukan lebih dari 34 menteri,” ujarnya.
Sehubungan dengan itu, lanjut Willy, RUU Kementerian Negara memutuskan secara musyawarah mufakat mengubahan pasal jumlah menteri itu.
Selain itu, disesuaikan pengaturannya, yaitu penghapusan penjelasan pasal 10 mengenai wakil menteri yang dikategorikan sebagai pejabat karier dan bukan anggota Kabinet.
“Penghapusan penjelasan pasal 10 ini juga sejalan dengan pertimbangan di atas agar kabinet dapat berjalan lebih baik sesuai kebutuhan Presiden sebagai pemegang kekuasaan Pemerintahan negara,” tambahnya.
Sementara, Abdullah Azwar Anas mengatakan, Pemerintah sepakat atas usul DPR atas peghapusan penjelasan pasal 10 Undang-Undang Kementerian Negara. Hal ini merupakan tindak lanjut dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Apabila wakil menteri adalah pejabat karier, maka tidak ada posisinya dalam struktur organisasi kementerian.
“Mengingat sampai saat ini putusan MK tersebut belum ditindaklanjuti, maka Pemerintah sepakat dengan usulan yang disampaikan DPR untuk menghapus penjelasan tersebut,” sebut Anas.
Anas melanjutkan, Pasal 15 UU Kementerian Negara semula berbunyi ‘Jumlah keseluruhan kementerian sebagaimana dimaksud pada Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14, paling banyak 34 kementerian’. Kemudian diubah menjadi, ‘sebagaimana dimaksud pada Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14, ditetapkan sesuai dengan kebutuhan Presiden dengan memperhatikan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan.
Terhadap usulan perubahan ini, Pemerintah berpendapat perlu dilakukan perubahan redaksional.
“Rumusan yang kami usulkan jumlah keseluruhan kementerian yang dibentuk sebagaimana dimaksud pada Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14, ditetapkan sesuai kebutuhan penyelenggaraan Pemerintahan oleh Presiden,” katanya.
Perubahan redaksional tersebut dilakukan dengan pertimbangan, penetapan jumlah kementerian didasarkan pada kebutuhan penyelenggaraan Pemerintahan di mana Presiden adalah pemegang kekuasaan Pemerintahan yang akan dijalankan untuk mewujudkan cita-cita pembangunan nasional.
Peliput: RM.id