
Ada Tempat Khusus Demo Di DPR, Usulan Menteri HAM Picu Pro Kontra, Willy Aditya: Bagian Dari Tingkatkan Kualitas Demokrasi
Usulan Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai agar disediakan tempat khusus untuk demo di Kompleks DPR, Sebayan menjadi perbicangan hangat. Pro kontra atas usulan tersebut pun tak bisa dihindarkan.
Pigai menjelaskan, rakyat harus diberikan ruang yang seluas-luasnya untuk menyampaikan aspirasi. Termasuk dalam menyampaikan aspirasi secara langsung di Kompleks DPR. “Negara berhak dan berkewajiban menyediakan ruang demokrasi bagi rakyat,” kata Pigai di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (15/9/2025).
Dia menambahkan, seluruh negara harus menyediakan ruang untuk menyampaikan pendapat pikiran dan perasaan. Kendati demikian, Pigai menyebut usulan itu belum disampaikan langsung ke DPR. “Namanya juga usulan. Ini usulan ya. Ini baru usulan,” katanya.
Sebelumnya, usulan itu dia sampaikan untuk menanggapi demonstrasi besar-besaran, yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia belakangan ini. Menurut dia, kantor-kantor yang halamannya besar seperti DPR bisa dibikinkan tempat unjuk rasa.
“Jadi pusat demokrasi. Tapi kantor yang space-nya kecil, itu bisa berunjuk rasa di tempat yang disediakan,” ujar Pigai saat mengunjungi Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Hukum dan HAM Bali, Denpasar, Jumat (12/9/2025).
Pigai menyebut tempat berdemonstrasi itu idealnya mampu menampung 1.000 hingga 2.000 orang. Selain itu, dia menyarankan pimpinan atau perwakilan lembaga untuk menemui massa aksi dan menampung aspirasi mereka.
“Ke depan itu, harus bisa punya peraturan untuk setiap pengunjuk rasa, pimpinan kantor atau perwakilan harus terima, jangan sampai close,” imbuhnya.
Menanggapi usulan tersebut, Ketua Komisi XIII DPR Willy Aditya mendukungnya. Politisi Partai NasDem ini menilai, usulan Pigai ini sama dengan usulan DPR yang belum terlaksana.
“DPR pernah memproses usulan pembangunan plaza demokrasi, namun hal itu tertunda karena beberapa alasan,” jelas Willy kepada Rakyat Merdeka, Senin (15/9/2025).
Dari pihak yang kontra, ada Peneliti Forum Masyarakat Pedulu Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus. Dia menilai, pembangunan area khusus demonstrasi tidak efektif.
“Ruang demonstrasi itu bisa dianggap sekadar aksesoris saja, jika watak DPR tidak demokratis,” cetus Lucius kepada Rakyat Merdeka, Senin (15/9/2025).
Untuk mengetahui pandangan selengkapnya dari Willy Aditya mengenai usulan menyediakan tempat khusus demonstrasi di DPR, berikut wawancaranya.
Bagaimana Anda melihat usulan Menteri HAM Natalius Pigai agar ada tempat khusus demo di Gedung Pemerintahan, seperti di halaman Gedung DPR/MPR?
Sebagai sebuah usulan, saya kira apa yang disampaikan Menteri HAM layak dielaborasi lebih jauh. DPR pernah memproses usulan pembangunan plaza demokrasi sebagai lokasi untuk publik menyatakan pikiran dan pendapat.
Kenapa itu tidak dilanjutkan?
Hal tersebut ditunda, karena berbagai alasan, seperti aturan keamanan objek vital penyelenggaraan negara.
Terkait usulan Menteri Pigai ini, apa langkah yang akan diambil oleh Komisi XIII DPR selaku mitra kerjanya?
Tentu kami dari Komisi XIII DPR akan segera diskusikan hal ini dengan Menteri HAM.
Bagi yang menolak, penyampaian pendapat bukan soal tempat khusus semata, namun sikap dari anggota DPR dalam menerima aspirasi masyarakat. Ada tanggapan?
Di banyak negara, bahkan bukan hanya gedung parlemennya yang mudah diakses publik bahkan untuk berdemonstrasi. Gedung pengadilan, istana Presiden, dan lainnya juga demikian. DPR Komisi XIII tentu akan menyambut baik usulan untuk terus meningkatkan kualitas demokrasi perwakilan ini sebagai ruang kebebasan berekspresi.
Bagaimana dengan kritik agar anggota dewan lebih mendengar aspirasi masyarakat?
Memang ada hal lain yang juga esensial dari sekadar membuat ruang untuk demonstrasi di DPR. Yaitu soal bagaimana suara publik dapat didengar, diserap, dan dibawa menjadi kebijakan dalam proses dua arah. Ini yang perlu kita dudukan bersama. Bagaimana Hak Asasi Manusia dalam sipil dan politik, bisa menjadi optimal dikelola untuk kemanfaatan bersama.
Pasca kejadian demo berujung kerusuhan akhir Agustus lalu, ada perbaikan dari DPR?
Sebagai rumah rakyat, DPR tentu terbuka untuk penyampaian aspirasi, protes, dan berbagai suara publik. Semua anggota DPR bahkan setiap saat dapat dihubungi publik untuk menyampaikan aspirasi, pendapat, bahkan protesnya. Hal yang perlu dielaborasi adalah, bagaimana proses suara tersebut dikanalisasi menjadi kebijakan yang tepat, agar Pemerintah dapat melaksanakan kewajibannya dengan tepat, jelas dan tegas.
Kalau di DPR sendiri?
Khusus untuk hal ini, DPR Periode 2024-2029 membentuk AKD (Alat Kelengkapan Dewan) yang bernama Badan Aspirasi Masyarakat sebagai langkah kongkret jembatan aspirasi publik.