Posted on / by Willy Aditya / in Berita

Baleg Ingin Punya Pandangan Komprehensif soal RUU PKS

Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Willy Aditya mengatakan, Baleg menggelar rapat dengar pendapat umum (RDPU) dalam rangka penyusunan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) pada Selasa (13/7/2021).

Adapun tujuan dari RDPU ini adalah agar RUU PKS mampu memberikan ruang dialog sehingga Baleg memiliki pandangan komprehensif dalam menyusun aturan perundang-undangan tersebut.

“Memang kami menjadikan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual ini sebagai ruang dialog dengan banyak mengundang narasumber dan stakeholder, supaya kami memiliki view yang komprehensif dalam rangka menyusun draf RUU PKS,” kata Willy dalam RPDU yang dipantau secara virtual, Selasa.

Baleg DPR pada hari ini mengadakan RDPU dengan sejumlah narasumber di antaranya Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI), Psikolog Tenaga Ahli Psikolog Klinis di Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A).

Selain itu, Baleg DPR juga mengundang Dosen Fakultas Hukum UGM, Cendikiawan Muslimah Dosen Paskasarjana Perguruan Tinggi Ilmu Qur’an (PTIQ) Jakarta, dan Guru Besar Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas Indonesia sebagai narasumber dalam rangka menyusun RUU PKS. Willy mengungkapkan, pada Senin (12/7/2021), Baleg DPR juga telah menggelar RDPU dengan narasumber lain.

Menurut dia, masukan-masukan dari narasumber itu sudah diterima Baleg sebagai bahan penyusunan RUU PKS.

“Kami sampaikan juga Badan Legislasi kemarin telah menerima masukan dari beberapa narasumber. Dari Aliansi Cinta Keluarga atau Aila, Pusat Advokasi Hukum dan Hak Asasi Manusia (PAHAM), Akademisi Universitas Darussalam Gontor, Wakil Ketua Komisi Penelitian dan Pengkajian Majelis Ulama Indonesia, dan Guru Besar Fakultas Ekologi Manusia IPB,” ucapnya.

Politisi Partai Nasdem tersebut menilai, beragam masukan dari narasumber itu sangat diperlukan dalam penyusunan RUU PKS. Sebab, ia menginginkan bahwa RUU PKS itu menjadi undang-undang yang berumur panjang di Indonesia.

“Masukan dari narasumber-narasumber ini sangat diperlukan sekali untuk kemudian kita bisa menyusun UU yang tidak hanya seumur jagung, tapi bisa long term,” ujar Willy.

Sumber : kompas.com

Tinggalkan Balasan