Posted on / by Willy Aditya / in Berita

F-NasDem: Pilkada Serentak 2024 sebabkan hak publik terabaikan

Wakil Ketua Fraksi Partai NasDem DPR RI Willy Aditya menilai jika Pilkada serentak nasional dilaksanakan tahun 2024 maka akan banyak Pelaksana Tugas (PLT) kepala daerah dalam waktu yang cukup signifikan sehingga akan berdampak pada tanggung jawab politik terhadap rakyat karena hak publik menjadi terabaikan.

“Pelayanan publik jadi terganggu. Padahal kebutuhan publik adalah salah satu tanggung jawab utama seorang pemimpin hasil pemilihan” kata Willy di Jakarta, Senin.

Hal itu dikatakannya terkait wacana normalisasi pelaksanaan Pilkada serentak nasional yang akan diatur dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu.

Menurt Willy, Pemilu dan Pilkada adalah kunci dari perwujudan kedaulatan rakyat sehingga jika ada pihal lain yang bermaksud menghilangkan atau menunda proses tersebut, maka harus diperiksa dari mana mandat itu didapatkan.

Selain itu dia menilai, Pemilu atau Pilkada merupakan mekanisme pemberian otoritas politik dari warga negara kepada penguasa. Supremasi yang dimiliki oleh suatu pemerintahan, sesungguhnya adalah supremasi yang didelegasikan dari rakyat.

“Mandat rakyat untuk pemimpin baik nasional maupun daerah hanya lima tahun, dan itu adalah waktu bagi rakyat mendapatkan haknya untuk memilih kembali pemimpinnya” ujarnya.

Dari sisi teknis Willy menjelaskan, pelaksanaan Pilkada serentak Tahun 2024 juga terlalu beresiko karena penggabungan Pemilu dan Pilpres 2019 harus menjadi pelajaran penting.

Dia menilai, jangan sampai kekacauan dan korban jiwa yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya terulang dan menjadi lebih parah akibat tidak mau mengambil pelajaran tersebut.

“Kita harus berani mengakui masih terus berproses dalam upaya memperbaiki sistem elektoral karena masih banyak kekurangan sana-sini, baik secara kuantitatif maupun kualitatif” ujarnya.

Wakil Ketua Baleg DPR RI itu mengatakan, dari sisi regulasi, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 55/PPU-XVII/2019 yang telah mengubah pendiriannya soal konstitusionalitas pemilu serentak 5 kotak sebagai satu satunya pilihan yang konstitusional.

Putusan itu menurut dia menunjukkan bahwa “kita tidak boleh menjadi manusia legalis, ada aspek aspek lain yang harus dilihat secara dialektis”

“Baik dari aspek sistemnya, efisiensi dan efektivitas-nya, dan teruttama aspek menyangkut hak pemilih dan kemaslahatan penyelenggaranya. Intinya, semua dimensi kehidupan politik kita haruslah ditujukan bagi upaya mencerdaskan kehidupan bangsa” katanya.

Sumber : antaranews.com

 

Tinggalkan Balasan