Posted on / by Willy Aditya / in Berita

Ini Alasan Mengapa Kepala Daerah Ngotot WTP

ANGGOTA Komisi XI dari Fraksi Partai NasDem Willy Aditya membeberkan beberapa alasan mengapa banyak kepala daerah yang berlomba-lomba ingin mendapatkan predikat wajar tanpa pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Predikat WTP disebutkan Willy menjadi standar perolehan anggaran yang diterima daerah. Sehingga pendapat formal auditor BPK dianggap sangat penting oleh para kepala daerah.

“Banyak hak keuangan pusat atau daerah yang disandarkan pada pendapat formal auditor ini. Misalnya TKDD (transfer keuangan daerah dan dan desa) yang akan ditransfer pusat akan sangat terpengaruh oleh opini ini,” ungkap Willy saat dihubungi oleh Media Indonesia, Kamis (28/4). Menurut Willy, penerapan WTP yang didasari penilaian auditor BPK sebagai standar daerah dalam memperoleh persetujuan anggaran, berdampak buruk terhadap inovasi pengelolaan anggaran yang berdampak pada kesejahtaraan masyarakat. “Akan semakin mempersulit kemampuan daerah untuk berinovasi demi kesejahteraan masyarakat. Akhirnya mereka hanya fokus agar dapat opini bagus dari BPK saja,” papar Willy.

Willy menjelaskan selama ini ada pemahanan yang salah dari penyikapan opini auditor. Hasil audit seolah dianggap sebagai acuan mendapatkan investor, yakni pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Padahal hasil audit sejatinya merupakan proses montiroing terhadap keefektifan program pemerintahan yang dijadikan acuan perbaikan ke depan.

“Jadi kalaupun hasil audit itu ada hal yang harus di perbaiki ya lakukan saja itu bukan hukuman. Pihak di luar hanya tinggal menyakinkan diri apakah rencana perbaikan itu dapat dilakukan dan rasional,” ungkap Willy. Willy melanjutkan, maraknya kasus suap yang melibatkan auditor BPK akan menjadi perhatian khusus di Komisi XI DPR RI.

Menurut Willy ada masalah kesenggangan terhadap pendapat auditor dengan kenyataan empirik. “Semua berlomba WTP untuk di marketingkan, tapi korupsinya ikut juga di “WTP” kan. Ini kan masalah. Perlu ada terobosan,” ungkap Willy. Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Bogor Ade Munawaroh Yasin sebagai tersangka. Dia terjerat kasus dugaan suap pengurusan laporan keuangan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor, Jawa Barat tahun anggaran 2021.

Suap itu dilakukan Ade Yasin agar Pemkab Bogor kembali mendapatkan predikat WTP untuk tahun anggaran 2021 dari BPK Perwakilan Jawa Barat. Namun KPK belum merinci suap WTP yang diberikan Ade Yasin apakah karena menyadari ada program laporan keuangan yang bermasalah di Pemkab Bogor. (P-5)

Tinggalkan Balasan