Posted on / by Willy Aditya / in Berita

Kementerian Diminta Enyahkan Ego Sektoral Demi TKI

Anggota Komisi I DPR Willy Aditya menyebut pemerintah belum mengatur secara jelas upaya pelindungan tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri. Kondisi ini terlihat pada kekerasan terhadap TKI, Ika Sulastri, di Riyadh, Arab Saudi.

Willy menekankan permasalahan tersebut harus menjadi tanggung jawab bersama dari kementerian dan lembaga terkait. Mereka tidak boleh mengedepankan ego sektoral.

“Kementerian Luar Negeri, Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan dan lembaga pemerintah lainnya harus duduk bersama dan berbagi kerja,” kata Willy kepada Medcom.id, Senin, 8 Juni 2020.

Menurut dia, Kementerian Luar Negeri dengan kerja diplomatiknya dapat mengupayakan kerja sama dengan negara-negara penerima TKI. Perjanjian perlindungan TKI di tempat kerja harus mendapatkan perhatian lebih.

“Paling minimal untuk bisa menggunakan standar perilaku internasional tentang perlindungan tenaga kerja,” tutur Willy.

Perjanjian ini harus didasari dengan kepentingan Indonesia dalam melindungi warganya. Hal ini serupa dengan perjanjian kerja sama pertahanan atau militer.

Politikus Partai NasDem itu berharap kasus Ika Sulastri dapat memicu kementerian dan lembaga berembuk untuk mencari solusi yang terbaik. Kasus Ika harus mendapatkan kejelasan dan keadilan di mata hukum.

“Pihak yang salah harus di beri hukuman. Namun, kasus ini juga harus dapat menjadi trigger perbaikan yang lebih komprehensif,” jelasnya.

Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) menelusuri kasus penganiayaan pekerja migran Indonesia (PMI), Ika Sulastri, di Riyadh. Ika mengalami batuk berdarah hingga mimisan akibat kerap membawa beban yang berat.

Sejak awal, proses pengiriman Ika ke Arab Saudi dinilai melanggar Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 260 Tahun 2015 tentang Penghentian dan Pelarangan Penempatan TKI pada Pengguna Perseorangan di Negara-Negara Kawasan Timur Tengah. Pengiriman Ika dinilai ilegal.

“Dia berangkat 16 Januari 2020. Maka pihak yang memberangkatkan melanggar Permenaker karena banyak laporan eksploitasi, kekerasan, pelanggaran HAM, gaji enggak dibayar sesuai kontrak (di Timur Tengah),” kata Kepala BP2MI Benny Rhamdani kepada Medcom.id, Kamis, 6 Juni 2020.

Sumber : medcom.id

Tinggalkan Balasan