
Komisi XIII DPR RI Dorong Batam Jadi Contoh Perlindungan Saksi dan Korban
Pemerintah Kota (Pemko) Batam bersama Komisi XIII DPR RI menggelar konsultasi publik terkait rancangan perubahan kedua Undang-Undang (UU) Perlindungan Saksi dan Korban. Kegiatan ini berlangsung di Aula Engku Hamidah, Kantor Wali Kota Batam, Rabu (2/7), dan dihadiri langsung Ketua Komisi XIII DPR RI Willy Aditya beserta jajaran, dengan Wali Kota Batam sekaligus Kepala BP Batam Amsakar Achmad.
Kolaborasi publik dalam memperkuat perlindungan terhadap saksi dan korban digalakkan kedua pihak. Meski negara memiliki keterbatasan dalam memberikan perlindungan secara menyeluruh, dukungan masyarakat dapat menjadi kekuatan utama.
“Kita tahu keterbatasan negara dalam memberikan perlindungan, tapi kan dukungan publik tidak terbatas. Tidak hanya moril dan kehadiran, tapi juga bisa berbentuk dana. Kita punya nomenklatur, semua bisa dieksplorasi,” kata Willy.
Ia menyebut, Batam sebagai daerah yang potensial untuk dijadikan pilot project pelaksanaan UU Perlindungan Saksi dan Korban yang lebih progresif. Hal itu karena Batam memiliki Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang tinggi dan kompleksitas sosial yang unik.
“Dunia sekarang saling berkolaborasi. Keterlibatan institusi sejawat, media, dan civil society penting untuk membangun masyarakat yang bermartabat,” ujar dia.
Willy mengatakan, era digital saat ini memungkinkan transparansi dan akuntabilitas yang lebih mudah dijalankan. “Dengan teknologi informasi hari ini, apa sih yang enggak bisa kita publish? Semua bisa mengakses informasi,” tambahnya.
Terkait masukan dari berbagai lembaga, ia memastikan seluruh aspirasi akan dihimpun secara tertulis untuk kemudian dibahas dalam rapat Panitia Kerja (Panja) DPR RI. Jika perlu, pihaknya akan menggelar forum diskusi lanjutan guna merumuskan poin-poin penting dalam perubahan UU tersebut.
Willy juga menyorot persoalan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang menurutnya harus ditangani secara komprehensif dari hulu hingga hilir. Menurutnya, penanganan TPPO membutuhkan kerja kolaboratif lintas sektor seperti Imigrasi, Kepolisian, dan BP3MI. Sebab, praktik perdagangan orang kerap memanfaatkan celah melalui pelabuhan-pelabuhan kecil atau pelabuhan tikus yang belum terpantau.
“Kalau orang mencari kerja itu bisa di mana saja, tapi kalau perdagangan orang kita harus hadir untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan,” katanya.
Sementara itu, Amsakar menyambut baik pelaksanaan konsultasi publik ini di Batam. Ia menyampaikan pemilihan Batam sebagai lokasi khusus oleh Komisi XIII menjadi momentum strategis untuk menggali informasi lapangan secara langsung.
“Batam ini daerah dengan tingkat migrasi tinggi, multikultural, dan sering disebut sebagai miniaturnya Indonesia. Kompleksitas persoalan di Batam juga tidak kecil,” katanya.
Ia mengingatkan sebagai daerah perbatasan, Batam sangat rentan terhadap kejahatan transnasional seperti perdagangan orang, penyelundupan narkoba, ilegal fishing, hingga kejahatan siber.
Amsakar pun berharap formulasi perubahan UU Perlindungan Saksi dan Korban dapat merespons kerentanan yang dihadapi daerah-daerah seperti Batam, terutama dalam isu TPPO, kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta kekerasan seksual.
Kata Amsakar, problem utama dalam kasus kekerasan seksual adalah keberanian korban dalam bersuara. Sering kali pelaku adalah orang-orang terdekat korban, seperti orang tua, saudara, atau ipar, sehingga korban enggan melapor.
“Itulah kenapa perlindungan yang komprehensif terhadap saksi dan korban menjadi sangat penting. Kami ingin ada penguatan pada aspek ini,” katanya.
Dalam forum tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Batam, I Ketut Kasna Dedi, turut memaparkan data kasus yang berkaitan dengan human trafficking, kekerasan terhadap anak, dan kekerasan seksual dalam tiga tahun terakhir. Data tersebut dinilai menunjukkan urgensi perbaikan regulasi perlindungan saksi dan korban.
Pemko Batam terbuka terhadap berbagai masukan dari masyarakat. Ia ingin agar revisi UU tersebut benar-benar implementatif dan mampu menurunkan angka kekerasan serta meningkatkan kepercayaan korban untuk melapor.
“Kami berharap regulasi ini nanti betul-betul dapat menekan angka kekerasan dan memberikan rasa aman bagi para korban,” katanya.
*sumber : batampos