Posted on / by Willy Aditya / in Berita

Pemerintah dan DPR Bakal Rapat 6 Desember 2021 Kebut Perbaikan

Pemerintah dan DPR RI bakal menggelar rapat kerja (raker) guna membahas Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) pada 6 Desember mendatang.

Hal ini setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan UU Ciptaker inkonstitusional bersyarat dan memerintahkan pemerintah dan DPR memperbaiki UU itu dalam jangka waktu 2 tahun.

“Kita akan raker nanti bersama pemerintah tanggal 6 Desember untuk membahas beberapa pokok-pokok. Di raker itu mungkin akan di follow up dengan membentuk tim kerja bersama dan kemudian tidak akan mengambil kebijakan-kebijakan turunan berupa PP yang strategis seperti amanat MK.

Itu yang menjadi konsen kita,” ujar Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Willy Aditya, Jumat (26/11).

Willy selaku politikus NasDem menyatakan kejadian ini sesuatu yang wajar karena merupakan pengalaman pertama dalam membuat UU berupa Omnibus Law.

Menurutnya tidak mudah melakukan lompatan hukum dari dahulu satu subjek satu policy untuk kemudian di-Omnibus Law-kan.

Dia memastikan pihaknya akan membuka diri seluas-luasnya terhadap masukan publik sehingga UU ini dapat diperbaiki dengan seksama dalam waktu dua tahun ke depan.

Selain itu, Willy melihat keputusan MK sebagai suatu pembelajaran yang membuahkan hal positif bagi UU Ciptaker.

“Tidak gampang ketika kita melakukan sinkronisasi harmonisasi dari 39 UU menjadi 37 UU yang disatukan.

Satu hal yang kemudian kita harus banyak belajarlah dari keputusan ini, untuk kemudian lakukan perbaikan. Kami optimis ini tunenya, adanya tune yang positif,” ucapnya.

Wakil Ketua Baleg DPR RI Fraksi PPP Achmad Baidowi turut menghargai putusan MK yang bersifat final dan mengikat. Namun menurutnya perbaikan UU Ciptaker ini tak perlu melalui Program Legislasi Nasional (Prolegnas) lagi.

“Tentu putusan MK ini menarik karena tergolong inkonstitusional bersyarat selama dua tahun. Sebagai dampak putusan MK, maka perbaikan UU ini masuk kumulatif terbuka, sehingga tidak perlu melalui prolegnas lagi. Karena kumulatif terbuka sangat bisa selesai dalam 2 tahun,” kata Baidowi.

Senada, anggota Baleg DPR RI Fraksi Golkar Christina Aryani menyatakan secara substansi, Indonesia memerlukan metode Omnibus Law sebagai salah satu cara untuk melakukan pembenahan peraturan perundang-undangan yang ada.

Utamanya menyangkut masalah tumpang tindih peraturan, ketidaksesuaian materi muatan, hiperregulasi, sampai pada problem ego sektoral.

Karena itu, pihaknya sangat terbuka untuk melakukan perbaikan hal-hal yang dianggap inkonstitusional sebagaimana diputuskan MK.

“Mekanismenya seperti apa tentu DPR akan bersama Pemerintah melakukan langkah-langkah perbaikan. Saya rasa ini harus ditindaklanjuti segera sehingga sebelum tenggat waktu dua tahun harusnya sudah bisa selesai,” ujar Christina.

Sementara Wakil Ketua Umum PKB Jazilul Fawaid menuturkan fraksinya meyakini pemerintah dan DPR akan sanggup memperbaiki UU Ciptaker dalam waktu yang ditentukan.

Hanya saja dia menilai kedua belah pihak harus bekerja keras dan bekerja cepat. “Kita hormati putusan MK, agar pemerintah segera melakukan perbaikan dalam batas waktu yang putuskan. Kami yakin pemerintah dan DPR akan sanggup menjalankan (perbaikan) meski akan menyita waktu, pikiran dan pekerjaan lagi. Optimis, namun perlu ngebut kerja keras semua pihak,” kata Jazilul.

Fraksi PAN melalui sang Ketua Fraksi yakni Saleh Partaonan Daulay mengharapkan putusan MK tak akan membuat adanya saling tuding di antara pihak terkait.

“Ke depan, jika ada agenda pembahasan RUU Omnibuslaw atau RUU lainnya, semua catatan yang mengiringi putusan MK ini harus diperhatikan.

Misalnya, keterlibatan dan partisipasi publik, harus merujuk pada UU 12/2011, berhati-hati dalam penyusunan kata dan pengetikan, serta catatan-catatan lain,” kata Saleh.

“Saya berharap putusan MK ini tidak menyebabkan adanya saling tuding dan saling menyalahkan.”

Yang perlu adalah bagaimana agar pemerintah dan DPR membangun sinergi yang baik untuk memperbaiki. Tentu dengan keterlibatan dan partisipasi publik secara luas dan terbuka,” imbuhnya.

Adapun dua fraksi lainnya, yakni Fraksi Gerindra dan PDI Perjuangan tak jua memberikan tanggapan soal putusan MK terkait UU Ciptaker ketika dihubungi Tribunnetwork.

Sumber : tribunnews.com

Tinggalkan Balasan