Posted on / by Willy Aditya / in Berita

Pengusaha Keluhkan Wacana Cuti Melahirkan 6 Bulan, DPR Akan Buka Dialog pada Pembahasan RUU KIA

JAKARTA, KOMPAS.com – Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Willy Aditya menyatakan, DPR akan membuka ruang dialog dengan pengusaha yang keberatan dengan ketentuan hak cuti melahirkan selama 6 bulan dalam Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA).

Willy mengatakan, pada tahap pembahasan RUU KIA bersama pemerintah kelak, DPR akan memanggil berbagai pihak yang berkepentingan, termasuk kelompok pengusaha. “Soal detail seperti hak cuti berbayar buat ibu dan ayah itu hal yang terbuka untuk didialogkan. Tentu kalau dialog dilakukan akan mencapai titik temu bersama,” kata Willy saat dihubungi Kompas.com, Jumat (24/6/2022).

Politikus Partai Nasdem itu mengeklaim, banyak riset yang membuktikan bahwa buruh yang diberi cuti melahirkan-menyusui dan menemani proses pascamelahirkan produktivitasnya justru meningkat. “Kami tentu berharap dalam dialog nanti pengusaha juga membawa riset yang sejalan dengan kepentingannya,” ujar Willy.

Ia pun menegaskan, upaya menciptakan generasi emas Indonesia adalah perhatian bersama. Oleh sebab itu, masalah kemungkinan bertambahnya beban pengusaha akibat ketentuan dalam RUU KIA dapat dicarikan solusinya.

“Selama semua mau berdialog dan mendasarkan pendapatnya pada hal yang memiliki dasar ilmiah dan tentu peka secara sosiologi masyarakat,” kata Willy. Sebelumnya, DPD Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) DKI Jakarta meminta pemerintah dan DPR mengkaji kembali penetapan RUU KIA yang mengatur hak cuti melahirkan 6 bulan dan cuti suami 40 hari untuk pekerja.

Ketua Umum DPD HIPPI DKI Jakarta Sarman Simanjorang mengatakan, pemerintah perlu memperhatikan kondisi pengusaha yang akan menjalankan kebijakan cuti melahirkan 6 bulan ini. Sebab, menurut dia, psikologis pengusaha harus dijaga agar mereka memiliki kesiapan dan kemampuan jika RUU cuti melahirkan 6 bulan ini.

“Pelaku usaha berharap agar pemerintah dan DPR melakukan kajian dan evaluasi yang mendalam dan komprehensif sebelum menetapkan UU tersebut karena menyangkut produktivitas tenaga kerja dan tingkat kemampuan dari masing masing pengusaha,” ujar Sarman dalam keterangan tertulis, Kamis (23/6/2022).

Peliput: Kompas.com

Tinggalkan Balasan