Posted on / by Willy Aditya / in Berita

Revisi UU Pendidikan Kedokteran Mandek Karena Pemerintah Belum Kirim DIM

Merdeka.com – Revisi Undang-undang Pendidikan Kedokteran belum juga dibahas kendati menjadi Prolegnas Prioritas 2022. Penyebabnya, pemerintah tidak kunjung mengirimkan daftar inventarisasi masalah (DIM) ke DPR.

Revisi UU Pendidikan Kedokteran merupakan hak inisiatif DPR. Pemerintah sudah mengirimkan surat presiden yang menyatakan siap membahasnya. Tetapi sampai hari ini, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) sebagai leading sector tidak juga mengirimkan DIM ke DPR. Kemendikbud berjanji akan mengirimkan DIM pada Juni 2022.

taboola mid article

“Surpres sudah lama dikirim, DIM belum ada. Pemerintah minta DIM itu baru sanggup dikirim bulan Juni,” ujar Wakil Ketua Baleg DPR RI Willy Aditya saat dihubungi, Rabu (18/5).

Willy menilai, sikap Kemendikbud memalukan. Apalagi Presiden Joko Widodo punya komitmen untuk pembangunan sumber daya manusia. Ia justru mempertanyakan komitmen Kemendikbud untuk membahas revisi UU Pendidikan Kedokteran.

“Sebenernya ini sebuah praktik yang memalukan apalagi kita pertanyakan komitmen politiknya pihak pemerintah. Presiden sudah punya komitmen politik. Bahwa pembantu presiden ini khususnya Kemendikbud lalai dalam hal ini,” ujar politikus NasDem ini.

Dalam pertemuan dengan tiga menteri yaitu Menkumham, Mendikbud dan Menkes sekitar Maret lalu, pemerintah meminta DIM dikirim pada Juni tahun ini. Pertemuan itu dilakukan 4 Maret 2022 lalu.

DPR menginisiasi revisi UU Pendidikan Kedokteran karena menyadari biaya sekolah dokter mahal dan tidak terjangkau.

“Jadi kita kan spirit revisi ini mengembalikan humanisme pendidikan kedokteran dan membuat pendidikan kedokteran lebih terbuka karena apa sejauh ini pendidikan kedokteran kita sangat mahal dan terbatas orangnya,” ujar Willy.

“Maka kemudian kita ingin melakukan revisi itu. Maka kemudian visi misi pak Jokowi pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas itu kejadian,” sambungnya.

Sayangnya pembantu presiden khususnya Kemendikbud Ristek tidak merespons baik revisi tersebut. Willy meminta alasan kenapa tidak ada inisiatif pemerintah ditanyakan langsung ke Kemendikbud.

“Cuma pembantu presiden tidak tanggap menerjemahkan apa yang menjadi keinginan presiden,” katanya.

Perkumpulan Dokter Seluruh Indonesia (PDSI) menyoroti biaya pendidikan kedokteran yang mahal. Sehingga, PDSI mendorong agar adanya revisi Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran.

PDSI berharap, revisi UU bisa menekan biaya sekolah kedokteran di Tanah Air. Sehingga tak lagi menyulitkan masyarakat Indonesia untuk menjangkau pendidikan dokter.

Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) rupanya juga sudah menyoroti persoalan tersebut. Bahkan, IDI sudah mengirimkan surat kepada Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim.

PB IDI menyampaikan bahwa biaya pendidikan kedokteran di Indonesia semakin tak terkendali, mahal, dan tidak terjangkau.

PB IDI juga menanyakan apakah biaya pendidikan yang berlaku di Fakultas Kedokteran Indonesia sudah mendapat persetujuan Mendikbud Ristek sesuai aturan perundang-undangan.

“Ini (surat PB IDI) sama sekali tidak direspons oleh Mendikbud,” kata Ketua Terpilih PB IDI, Slamet Budiarto kepada merdeka.com, Rabu (18/5).

Menurut lulusan Magister Fakultas Hukum Universitas Soegijapranata, Semarang ini, surat tersebut ditembuskan kepada Presiden Joko Widodo dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Hingga saat ini, belum juga ada tanggapan.

Surat ini dilayangkan PB IDI pada 10 Februari 2022. Saat itu, PB IDI masih dipimpin Daeng M Faqih. [ray]

Tinggalkan Balasan