RUU KIA Atur Cuti 40 Hari bagi Ayah, Baleg: Untuk Dampingi Ibu Selama Masa Kritis Setelah Melahirkan
JAKARTA, KOMPAS.com – Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Willy Aditya menyatakan, Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA) mengatur hak cuti 40 hari bagi suami agar dapat mendampingi istrinya selama masa kritis setelah melahirkan.
“Ada studi yang membuktikan betapa ibu baru melahirkan berada dalam masa kritis dalam masa 40 hari itu. Kalau kita pernah menemani istri pascapersalinan tentu akan mudah paham mengapa perlu ditemani,” kata Willy saat dihubungi, Jumat (24/6/2022).
Politikus Partai NasDem itu menyebutkan, studi di negara lain bahkan menunjukkan bahwa 40 hari adalah jumlah hari paling minimal yang dibutuhkan ibu untuk ditemani suaminya.
Ia mengatakan, ada banyak hal yang dialami ibu dan perlu pendampingan suami, salah satunya sindrom baby blues yang dapat berdampak serius bahkan sampai bunuh diri. “Hal demikian ini yang harus kita hindari agar bayi yang lahir dan ibunya terjamin kesehatan dan keselamatannya,” ujar Willy.
Dalam keterangan tertulis terpisah, Willy mengatakan, DPR menyoroti bahwa kesadaran ayah semakin tinggi untuk turut serta dalam tungas mengasuh anak sehingga RUU KIA mencantumkan aturan hak cuti 40 hari bagi suami. Ia melanjutkan, setidaknya hampir 40 negara telah memberlakukan cuti berbayar bagi pekerja laki-laki untuk terlibat dalam pengasuhan anak yang baru lahir, tetapi hal itu belum lazim dilakukan di Indonesia.
“Paternity leave atau cuti ayah masih dianggap tidak lebih penting dibanding cuti melahirkan (maternity leave) untuk ibu sehingga tidak banyak perusahaan yang menawarkan cuti orangtua dengan tunjangan kepada para ayah yang baru memiliki anak,” kata Willy, dikutip dari situs resmi DPR. Diberitakan sebelumnya,
RUU KIA mengatur bahwa suami berhak mendapatkan cuti untuk mendampingi istri yang melahirkan dan keguguran. Dalam draf RUU KIA yang diperoleh Kompas.com, suami mendapatkan cuti paling lama 40 hari untuk mendampingi istri melahirkan dan paling lama 7 hari jika istri keguguran.
“Suami sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berhak mendapatkan hak cuti pendampingan,” demikian bunyi Pasal 6 Ayat (2) RUU KIA.
Adapun Pasal 6 Ayat (1) RUU mengatur bahwa suami dan/atau keluarga wajib mendampingi ibu saat melahirkan atau keguguran. Sementara itu, dalam Pasal 4 Ayat (2) RUU KIA, ibu bekerja yang melahirkan berhak mendapatkan cuti paling sedikit 6 bulan. Sedangkan ibu bekerja yang mengalami keguguran berhak mendapatkan waktu istirahat satu setengah bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter atau bidan.
Peliput: kompas.com