Posted on / by Willy Aditya / in Berita

Targetkan Rampung 2 Masa Sidang, Ketua Panja RUU TPKS Harap Presiden Kirim Surpres Segera

JAKARTA, KOMPAS.com – Ketua Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) DPR Willy Aditya berharap, Presiden Joko Widodo segera melayangkan surat presiden (surpres) untuk membahas rancangan beleid ini. Ia berharap, surpres tersebut sudah dapat diterima DPR pada hari Jumat (21/1/2022). “Kita berharap, sekarang kan hari Selasa, kalau ini dikirim ya paling maksimal Jumat sudah turun surpres lah,” kata Willy ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (18/1/2022).

Diketahui, DPR telah menyetujui RUU ini sebagai RUU inisiatif DPR dalam rapat paripurna yang digelar hari ini. Setelah RUU ini disetujui, nantinya DPR akan mengirimkan hasil rapat peripurna tersebut ke Presiden. Selanjutnya, DPR akan menunggu presiden mengirimkan surpres.

“Setelah Rapur ini kita akan langsung kirim hasilnya ke presiden untuk segera diterbitkan surpres dan DIM nya,” jelas dia. Meyakini bahwa pemerintah bakal mengirim surpres sesegera mungkin, Willy pun mengaitkan dengan pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tentang urgensi RUU TPKS. Presiden, kata dia, telah memberikan sejumlah pernyataan bahwa RUU ini penting untuk segera disahkan. “Karena Pak Presiden sudah perintahkan, kalau kita lihat statement-statement presiden terakhir benar-benar mensupport ini, mendukung ini, ya tentu mereka juga sudah siapkan, DIM-nya katanya juga sudah selesai, tinggal teknis penerbitan surpres saja,” ungkap Ketua DPP Partai Nasdem itu.

“Maksimal dua masa sidang, tapi kecuali pimpinan memberikan restu itu dibahas di masa reses itu akan berbeda lagi itu akan bisa lebih cepat,” kata Willy ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa. Ketua DPP Partai Nasdem itu mengatakan bahwa masa sidang ke-3 tahun sidang 2021-2022 tinggal satu bulan lagi. Para anggota DPR bakal memasuki masa reses kembali yang direncanakan pada 18 Februari 2022.

Ketua DPP Partai Nasdem itu mengatakan bahwa masa sidang ke-3 tahun sidang 2021-2022 tinggal satu bulan lagi. Para anggota DPR bakal memasuki masa reses kembali yang direncanakan pada 18 Februari 2022.

Oleh karena itu, dirinya berharap ada respons cepat pemerintah terhadap DPR yang telah berupaya mengesahkan RUU TPKS sebagai RUU Inisiatif DPR. Dalam hal ini, Willy berharap Presiden mengirimkan surpres ke DPR setelah DPR mengirimkan hasil rapat paripurna.

“Semoga nanti surpres dan DIM (Daftar Inventasi Masalah)-nya bisa cepat turun untuk kemudian, ya kalau RUU lain bisa cepat kenapa RUU ini tidak bisa cepat gitu. Tentu kami berharap ini bisa dibahas kembali di baleg,” jelasnya. Lebih lanjut, Willy berharap DIM yang dibuat pemerintah tidak banyak perbedaan dengan draf yang telah ada.

Adapun hal itu diharapkan agar tidak banyak perdebatan dalam pembahasan RUU TPKS antara pemerintah dan DPR ke depannya “Kalau DIM-nya tidak banyak perubahan-perubahan yang sifatnya substansial itu akan lebih memudahkan,” terangnya.

Selain itu, ia juga berharap pimpinan DPR kembali menyerahkan tugas pembahasan tingkat I ke Baleg. Sehingga, DPR dan pemerintah bisa langsung membahas dan melakukan penyusunan. “Tentu kami berharap ini bisa dibahas kembali di Baleg,” ujar dia. Sementara itu, sebagai informasi, DPR akhirnya menyetujui RUU TPKS sebagai RUU inisiatif DPR, Selasa.

“Apakah RUU usul inisiatif Badan Legislasi DPR RI tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dapat disetujui menjadi RUU usul inisiatif DPR RI?” kata Ketua DPR Puan Maharani selaku pimpinan rapat, Selasa. “Setuju,” jawab peserta rapat diikuti ketukan palu sebagai tanda persetujuan.

Sebelum dimintai persetujuan oleh Puan, masing-masing fraksi menyampaikan pandangannya terkait RUU TPKS. Dari 9 fraksi, hanya Fraksi partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang tegas menolak RUU TPKS sebagai RUU inisiatif DPR.

Juru bicara Fraksi PKS Kurniasih Mufidayati menyatakan, fraksinya menolak RUU TPKS bukan karena tidak setuju atas perlindungan terhadap korban kekerasan seksual, terutama kaum perempuan.

“Melainkan karena RUU TPKS ini tidak memasukan secara komprehensif seluruh tindak pidana kesusilaan yang meliputi kekerasan seksual, perzinaan, dan penyimpangan seksual yang menurut kami menjadi esensi penting dalam pencegahan dan perlindungan dari kekerasan seksual,” kata Kurniasih.

Sumber: Kompas.com

Tinggalkan Balasan