Posted on / by Willy Aditya / in Berita

Dikritik Gegara Bahas Omnibus Law di Tengah Corona, DPR: Maju Kena Mundur Kena

DPR RI dikritik karena tetap melanjutkan proses pembahasan omnibus law RUU Cipta Kerja (Ciptaker) di tengah pandemi virus Corona (COVID-19). Badan Legislasi (Baleg) DPR, selaku alat kelengkapan dewan (AKD) yang berwenang membahas RUU Ciptaker, merasa serba salah.

“Jadi begini, cara berpikirnya jangan prejudice (kecurigaan). DPR itu tugas konstitusionalnya membuat Undang-Undang. Nanti dibilang DPR nggak produktif, DPR-nya melempem. Jadi DPR ini maju kena mundur kena ini. Ya, jangan kemudian kita di peta konflik dengan kondisi seperti itu,” kata Wakil Ketua Baleg Willy Aditya kepada wartawan, Senin (13/4/2020).

Willy menegaskan proses RUU Ciptaker saat ini belum memasuki tahap pembahasan substansi. Sebelum masuk tahap pembahasan substansi, kata dia, Baleg akan menggelar rapat kerja (raker) dengan pihak pemerintah untuk memastikan kesiapan RUU tersebut.

“Besok kita tanyakan kesiapan pemerintah dan skemanya, apakah tetap seperti awal atau tidak, apakah ada substansi yang berubah atau tidak,” terang Willy.

Anggota Fraksi NasDem itu menuturkan Baleg menyadari bahwa RUU Ciptaker mendapat penolakan dari berbagai pihak. Karena itu, Baleg memutuskan untuk mengubah alur proses pembahasan.

Willy menjelaskan dalam proses pembahasan RUU Ciptaker Baleg memundurkan proses penyerahan daftar inventaris masalah (DIM) dari masing-masing fraksi. Selain itu, Baleg juga memutuskan untuk menyerap aspirasi masyarakat lebih dulu sebelum RUU Ciptaker masuk tahap pembahasan substansinya.

“Bilang sama teman-teman itu, belum mereka berpikir, Baleg sudah membuat keputusan itu. Ini di balik, kita menyusun DIM belakangan, pada tahap awal itu RDPU (rapat dengar pendapat umum) semua, semua akan dilibatkan. Jadi mereka baru mengusulkan kita sudah membuat agenda untuk itu,” jelasnya.

“Prosesnya yang harus kita lihat. DPR itu aspiratif dengan caranya seperti apa. Masalah substansi kita perdebatkan, dialogkan bersama-sama dengan mengedepankan data, dengan mengedepankan argumentasi,” imbuhnya.

Willy menjelaskan semangat pembuatan omnibus law disampaikan oleh Joko Widodo (Jokowi) usai dilantik sebagai Presiden periode 2019-2024 di DPR pada 20 Oktober 2019 lalu. Di mana, saat itu Jokowi menyatakan akan membangun demokrasi ekonomi.

“Yang menjadi stand point-nya, Presiden melalui pidato politiknya saat pelantikan di DPR itu kan berjanji menjadikan omnibus law ini sebagai momentum membangun demokrasi ekonomi kita dengan melakukan kemudahan investasi dan debirokrasi perizinan,” tutur Willy.

Sekadar informasi, dari 11 klaster yang ada dalam RUU Ciptaker, klaster ketenagakerjaan merupakan yang paling disorot, khususnya oleh kalangan buruh. Fraksi NasDem menilai klaster ketenagakerjaan lebih baik tidak dimasukkan ke RUU Ciptaker.

“Bahkan NasDem menangkapnya, kalau klaster ketenagakerjaan bermasalah itu dipindahkan ke UU sektoral lebih bagus,” terang Willy.

Sebelumnya, kelanjutan proses pembahasan RUU Ciptaker menuai kritik dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi). Peneliti Formappi Lucius Karus menegaskan proses pembahasan RUU Ciptaker membutuhkan partisipasi masyarakat, bukan hanya DPR dan pemerintah saja.

“Di dalam proses pembahasan RUU ada bagian yang tak bisa diremehkan begitu saja, yakni partisipasi publik. Partisipasi publik saat ini tersumbat karena situasi pandemi yang tak memungkinkan publik bisa secara aktif memikirkan apa yang akan diatur dalam RUU Cipta Kerja tersebut. Partisipasi publik itu tak bisa diganti dengan menghadirkan satu dua lembaga yang bisa diklaim mewakili publik melalui RDPU (rapat dengar pendapat umum),” papar Lucius kepada wartawan, Senin (13/4).

Sementara Perludem menyarankan, sebelum masuk ke tahap pembahasan DPR lebih baik memperbanyak dialog dengan pihak-pihak yang terkait dengan RUU Ciptaker. Selain itu, dia juga meminta DPR untuk fokus melakukan pengawasan terhadap penanganan penyebaran virus Corona, khususnya mengenai anggarannya.

“Jadi memang lebih bijaksana bila pembuat UU tidak memaksakan untuk terus melanjutkan, tetapi bisa memanfaatkan momen saat ini untuk memaksimalkan pengawasan terhadap penanganan COVID-19, memastikan upaya penanganan COVID-19 itu berjalan secara efektif, efisien, dan tidak membuka ruang terjadinya prilaku koruptif,” sebut Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini kepada wartawan.

“Di saat yang sama dialog-dialog dengan banyak pihak itu terus bisa dilakukan sehingga bisa diketahui sebenarnya, bisa diketemukan antara aspirasi masyarakat yang berkembang dengan problematika yang dihadapi RUU ini,” sambung dia.

Sumber : detik.com

Tinggalkan Balasan