Posted on / by Willy Aditya / in Berita

DPR: Kemenkominfo Dalami RUU Data Pribadi

Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dari Fraksi Partai Nasdem Willy Aditya meminta kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) untuk mengkaji secara mendalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perlindungan Data Pribadi (PDP) dengan perspektif masa depan.

“Saya mendesak Kemenkominfo, sebagai inisiator pengusul RUU PDP, juga melakukan koordinasi dengan lembaga pemerintahan lainnya sebelum draf akhir diserahkan untuk dibahas bersama DPR,” ujar Willy di Jakarta, pekan lalu.

Dia menilai, pelindungan hak asasi manusia (HAM) merupakan satu hal yang penting. Namun, kemanfaatan bagi pemilik data pribadi juga tidak dapat dikesampingkan. Karena itu, RUU PDP diharapkan membahas dan mencakup kedua hal tersebut.

Menurut anggota Komisi I DPR RI itu, dalam pembahasan RUU PDP, Kemenkominfo bukan hanya menjadi ‘pengeras suara’ (speaker) pemerintah, namun bisa juga Kementerian dalam Negeri dan lembaga lainnya. Karena, RUU ini multi-stakeholder, sehingga perlu melibatkan kementerian/lembaga pemerintah lain.

“Kita bisa lihat di negara lain menggunakan istilah Privacy Protection, Personal Data Protection, dan yang mengusulkan itu bukan hanya Kementerian Telekomunikasi. Namun, idenya sama, pelindungan HAM dan kemanfaatan bagi pemilik inheren data pribadi,” tambahnya.

Willy menilai, kalau negara nantinya bisa memidanakan pelanggar dan pelaku penyalahgunaan data pribadi, pemilik data semestinya bisa menggugat perdata, atau ganti rugi pelanggar atas hak data pribadinya. Dia menuturkan, RUU PDP merupakan peraturan penting untuk melindungi HAM warga negara.

Karena, di era disrupsi digital yang tidak bisa dihindari lagi, kehadiran UU PDP menjadi hal yang mendesak, selain RUU Keamanan dan Ketahanan Siber yang juga akan dibahas pada 2020. Dia menilai, sudah banyak peristiwa yang mengusik kenyamanan berwarga negara yang berkaitan dengan data pribadi. Misalnya, di media sosial mudah sekali seseorang menyebarluaskan data pribadi orang lain dan tanpa hak.

“Belum lagi, aplikasi tekfin (teknologi keuangan) yang abusive menggunakan phonebook contact nasabahnya. Itu semua perlu pengaturan yang tegas dengan perspektif pelindungan HAM,” tegasnya.

Willy menjelaskan, RUU PDP makin menjadi penting untuk disahkan menjadi UU pada 2020 karena sejalan dengan pemerintahan yang juga terus bertransformasi seiring dalam dunia yang serba digital.

Terkait UU Lain Karena itu, menurut dia, RUU PDP harus dibahas pararel dengan RUU tentang Keamanan dan Ketahanan Siber dan revisi UU tentang Penyiaran, sehingga ada kesatuan semangat kebatinan dalam pengaturan digital di Indonesia.

“Kalau disimak awalnya, pelindungan data pribadi sebenarnya sudah muncul dalam peraturan menteri kominfo sebagai pelaksanaan revisi UU No 19 Tahun 2016 tentang ITE. Di tahun yang sama, Uni Eropa juga mengundangkan EU GPDR (Europe Union General Protection Data Regulation),” ujarnya.

Namun, menurut dia, Indonesia sebaiknya tidak bisa hanya melihat hal tersebut sebatas transaksi elektronik semata. Karena, manusia dan data pribadinya melekat HAM, sehingga perlu UU tersendiri untuk mengaturnya.

Willy mengatakan, dalam praktiknya, banyak sekali lembaga pemerintahan maupun nonpemerintah saat ini yang mengumpulkan data pribadi warga negara. Antara satu lembaga dan lembaga lainnya seperti saling tidak ada hubungan dan berlomba mengumpulkan data warga negara.

“Kondisi ini diperparah dengan disrupsi digital yang merangsek dan membuat warga negara menyerahkan data pribadinya ke berbagai pengelola aplikasi digital tanpa mengetahui keberlanjutannya,” pungkas dia.

Sumber : Investor.id

Tinggalkan Balasan