Posted on / by Willy Aditya / in Berita

Menhan Prabowo Diminta Jaga Wibawa Bangsa Terkait Natuna

Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto menyatakan bakal bersikap ‘cool’ terkait China yang melanggar Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia di Laut Natuna. Anggota Komisi I DPR dari Fraksi NasDem Willy Aditya meminta Prabowo membuat pernyataan yang menunjukkan wibawa bangsa.

“Tentu ada pertimbangan dari Menhan terkait sikap tersebut. Saya pribadi juga bisa memahaminya. Namun sebagai Menhan, beliau mestinya bisa membuat gimik agar di dalam persepsi publik tetap ada harga diri bangsa ini yang dijaga. Buatlah statement yang menunjukkan kewibawaan dan kedaulatan bangsa dan negara ini tetap terjaga atau tidak terancam,” kata Willy kepada wartawan, Sabtu (4/1/2020).

Willy menilai tim dari Kemenhan dan Kementerian Luar Negeri pasti melakukan kerja senyap dalam diplomasi terhadap China terkait polemik di Natuna. Dia menilai cara Prabowo kurang elegan sebagai Menhan dalam menyikapi masalah Natuna.

“Di sisi lain, ada tim dari Kemenhan yang melakukan kerja senyap bersama Kemenlu melakukan diplomasi terhadap China terkait Natuna itu. Jadi secara persepsi tetap positif, agenda pemerintah juga tetap berjalan. Kepentingan nasional pun bisa tetap terjaga. Intinya, jadi kurang elegan cara ‘main’ Menhan menyikapi kasus Natuna ini,” tuturnya.

Sebelumnya, pemerintah lewat Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi mengatakan pemerintah Indonesia akan mengambil langkah tegas terkait Laut Natuna yang diklaim China sebagai teritorial mereka. Retno menegaskan kapal China telah melakukan pelanggaran di ZEE RI.

Ada dua hal yang menjadi dasar argumen kedua negara, namun China hanya mengakui salah satunya. China punya Nine Dash Line atau 9 Garis Putus-putus yang dibuat mereka sejak 1947. Adapun 9 Garis Putus-putus itu diklaim China menjadi batas teritorial laut Negeri Tirai Bambu itu, membujur dari utara, menabrak laut Filipina, terus ke selatan, hingga mencaplok sebagian Perairan Natuna milik Indonesia.

Klaim China dengan konsep 9 Garis Putus-putus itu tidak diakui Indonesia. Pijakan hukum Indonesia ada dua, yakni Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut pada 1982 atau The United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS 1982) dan putusan Pengadilan Arbitrase Laut China Selatan untuk menyelesaikan sengketa Filipina vs China (South China Sea Tribunal) pada 2016.

Terkait polemik di Laut Natuna ini, Prabowo juga buka suara. Dia menyampaikan sikap terkait pelanggaran oleh China tersebut. Prabowo menegaskan ada upaya diplomasi untuk penanganan klaim China atas Natuna.

“Kita selesaikan dengan baik ya, bagaimanapun China negara sahabat,” kata Prabowo di kantor Kemenko Kemaritiman dan Investasi, Jl MH Thamrin, Jakpus, Jumat (3/1).

“Kita cool (tenang) saja. Kita santai kok ya,” tutur Prabowo.

Staf Khusus Bidang Komunikasi Publik dan Hubungan Antarlembaga Menhan RI Dahnil Anzar Simanjuntak pun telah menjelaskan maksud pernyataan Prabowo. Dia menegaskan upaya diplomasi merupakan jalan damai sebagai prinsip pertahanan.

“Sesuai dengan prinsip diplomasi seribu kawan terlalu sedikit, satu lawan terlalu banyak dan prinsip pertahanan kita yang defensif bukan ofensif. Maka penyelesaian masalah selalu mengedepankan upaya kedua prinsip di atas. Maka langkah-langkah damai harus selalu diprioritaskan,” ujar Dahnil, Sabtu (4/1).

Sumber : detik.com

Tinggalkan Balasan