Posted on / by Willy Aditya / in Buku

Ego Sektoral Warnai Penyusunan RUU Kesehatan

Ada sekitar 10 undang-undang yang harus digabungkan menjadi satu di RUU tentang Kesehatan yang tengah digodok pemerintah dan DPR. Masukan banyak pihak harus didengar dan diakomodasi.

BADAN Legislatif DPR mengingatkan bahwa penyusunan RUU tentang Kesehatan yang mengarah pada model omnibus law membutuhkan kerja sama dan masuk an dari semua pihak,mulai lembaga pemerintah hingga organisasi profesi agar hasilnya bisa dimanfaatkan di masyarakat.

Wakil Ketua Baleg DPR Willy Aditya juga mengungkapkan saat ini masih dijumpai masalah ego sektoral dalam proses penyusunan omnibus law bidang kesehatan tersebut.

“Ketika merencanakan RUU (Kesehatan) ini, diharapkan bisa padu dan menemukan kecocokan dengan undang-undang eksisting agar Baleg mendapatkan poinnya. Kira-kira tujuan utamanya apa dan apa pula yang menjadi persinggungan dari profesi lain,” kata Willy dalam RDP dengan organisasi profesi kesehatan di Gedung DPR, Jakarta, kemarinn.

Oleh karena itu, Baleg DPR akan selalu mengundang organisasi profesi kesehatan untuk mengurutkan persoalan yang ada di tiap profesi supaya bisa dirembukkan dalam RUU Omnibus Law Kesehatan.

Pada kesempatan tersebut, Ketua Umum Persatuan Ahli Farmasi Indonesia Budi

Djanu Purwanto menjelaskan saat ini keprofesian farmasi terdapat permasalahan terkait dengan nomenklatur.

Keputusan Kepala BPPSDM Kemenkes, kurikulum inti pendidikan diploma 3 analis farmasi dan makanan bergelar ahli madya analis farmasi dan makanan.

“Sedangkan keputusan Dirjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemendikbud- Ristek adalah ahli madya kesehatan,” jelas Budi.

“Kami juga mengusulkan agar nomenklatur standar pelayanan profesi diubah menjadi standar praktik profesi agar kami kefarmasian bisa mencangkup di tiga poin ini saja, yakni standar produksi dengan cara pembuatan yang baik,” tandasnya.

Sementara itu, Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas meminta omnibus law Cipta Kerja, yakni UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dibedakan dengan RUU Kesehatan yang masih digodok.

“Kalau di RUU Omnibus Law Kesehatan ini, legislatif akan memulai sesuatu proses yang baru bahwa semua UU induk yang akan terkait dengan RUU Kesehatan semuanya akan dicabut dan disusun menjadi satu kesatuan,” ujarnya.

Direncanakan UU Omnibus Law Kesehatan akan meleburkan sekiranya 8 sampai 10 UU, antara lain UU tentang Kebidanan, UU Keperawatan, UU tentang Praktik Kedokteran, dan lainnya.

Untuk diketahui, RUU Kesehatan merupakan usulan baru dalam RUU Perubahan Prolegnas 2022 yang telah disetujui pada rapat kerja antara pemerintah, Baleg DPR, dan DPD.

 

Dipisah

Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) dan Ikatan Bidan Indonesia (IBI)

meminta UU Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan dan UU Nomor 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan tidak dilebur dalam RUU Kesehatan.

Ketua IBI dr Emi Nurjasmi mengatakan dalam UU No 4 Tahun 2019 telah diatur secara komprehensif terkait dengan profesi bidan, mulai pendidikan, registrasi dan izin praktik, hak dan kewajiban, organisasi profesi, pendayagunaan, hingga pembinaan serta pengawasan.

Pada kesempatan itu Ketua Umum PPNI Harif Fadhillah mempertanyakan rencana peleburan UU Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan dalam RUU Omnibus Law Kesehatan.

Menurutnya, selama ini tidak ada masalah dalam praktik keperawatan dan didukung aturan turunan yang lengkap.

Peliput: Media Indonesia

Tinggalkan Balasan