Posted on / by Willy Aditya / in Berita

Keliru Nilai DPR dari Paradigma Kuantitatif Produk UU

JAKARTA (16 Agustus): Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Willy Aditya mengatakan, kinerja legislasi DPR yang dinilai dengan paradigma kuantitatif atau berdasarkan banyaknya produk UU yang dihasilkan adalah persepsi yang keliru.

“Akhirnya, DPR ditakar kinerjanya dengan berapa jumlah produk undang-undang yang disahkan, bukan seberapa sengit sebuah UU diperdebatkan. Cara pandang kejar tayang jadi tidak terelakkan. Jika di periode tertentu DPR tidak mencapai target prolegnasnya, ia dianggap gagal atau tidak bekerja dengan baik,” ujar Willy dalam keterangannya, Rabu (10/8).

Menurut Willy, ada persoalan banyaknya produk perundang-undangan yang mengandung disharmoni satu sama lain. Hal itu kemudian kerap menyebabkan tumpang tindih hingga bertolak belakang.

Ia mengatakan, UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) merupakan UU yang monumental bersama UU Cipta Kerja.

“UU Ciptaker menandai produk perundangan yang dirumuskan melalui skema omnibus law. Artinya, UU tersebut menjadi UU yang mengatasi berbagai ketumpang-tindihan berbagai UU terkait,” jelas Wakil Ketua Fraksi Partai NasDem DPR itu.

Walau dalam perjalanannya terdapat koreksi terhadap hasilnya, imbuh Willy, praktik penyusunan omnibus menjadi sejarah dalam perumusan undang-undang. UU Cipta Kerja bisa menjadi preseden bagi upaya serupa demi terciptanya produk perundangan yang lebih harmonis.

Willy mengatakan, DPR juga memiliki tugas lain yang tidak kalah pentingnya, yakni fungsi pengawasan. Di level itu atensi publik tidak begitu besar ketimbang atensi pada legislasi. Padahal, melalui fungsi itu sebuah produk legislasi akan lebih bermakna.

Ia mencontohkan UU TPKS. Gaung penerapan UU itu tidak begitu terasa ketimbang saat pembahasannya. Berbagai cerita dan kasus kekerasan seksual yang aktual terjadi tidak langsung didekati aparat penegak hukum dengan memakai UU yang telah disahkan.

“Ada beberapa faktor yang menjadi soalnya. Satu di antaranya adalah kurangnya kerja pengawasan DPR pascapengesahan UU tersebut,” ujarnya.

Lebih lanjut, Willy menekankan komitmen DPR pada kerja legislasi tetap terjaga dan berkelanjutan. Kendati demikian, diakuinya tidak semua penyusunan undang-undang berjalan mulus.

“Sejumlah RUU yang menunjukkan kepedulian DPR pada kaum terpinggirkan sebenarnya telah bulat disepakati sebagai RUU inisiatif DPR. Hanya saja, proses politik di DPR yang tidak berjalan mulus membuatnya masih tertahan hingga saat ini. Misalnya RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) dan RUU Masyarakat Hukum Adat (MHA),” papar Legislator NasDem dari Dapil Jawa Timur XI (Bangkalan, Pamekasan, Sampang, Sumenep) itu.

 

Peliput: MediaIndonesia.com

Tinggalkan Balasan