Posted on / by Willy Aditya / in Berita

Lewat Narasi dan Literasi, KemKominfo Diajak Berperan Hapus Tindak Pidana Kekerasan Seksual

Pengesahan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) dinilai penting. Namun, semua pihak diminta tak melupakan membangun literasi dan narasi terkait kekerasan seksual yang sangat dibutuhkan sebagai landasan atau penguat implementasi RUU TPKS.

Untuk itu, Ketua Panitia Kerja RUU TPKS, Willy Aditya mengajak seluruh pihak, khususnya Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk turut membangun narasi dan literasi terkait kekerasan seksual.

“Saya mengapresiasi peran dari kawan-kawan media yang telah menyoroti hal ini. Tapi ada hal-hal yang lupa kita lakukan, yaitu membangun narasi dan literasi yang terkait kekerasan seksual. Kekerasan seksual tidak hanya cukup dengan advokasi dan policy,” ujar Willy dalam FGD Forum Merdeka Barat (FMB) 9 berjudul : Menanti RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang disiarkan KemKominfo secara virtual, Senin (13/12/2021).

Menurut Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Fraksi Nasdem tersebut, narasi kekerasan seksual saat ini hampir tidak ada.

“Terakhir narasi kekerasan seksual yang kita pertahankan ditengah generasi milenial adalah kisah Siti Nurbaya. Sebuah film yang diangkat dari kisah novel yang menceritakan tentang kisah kawin paksa yang pada akhirnya mampu memberikan dampak yang luar biasa baik secara psikis, sosial dan budaya kepada masyarakat,” ujarnya.

Bercermin dari kesuksesan Siti Nurbaya itulah Willy ingin agar kedepannya kita kembali bisa melahirkan versi lainnya dari perwujudan narasi dan literasi terkait kekerasan seksual di tengah masyarakat.

“Dorongan kita adalah agar Menkominfo bisa membangun narasi-narasi baru seperti sinetron tentang kepedulian dan keberpihakan terhadap korban maupun keluarga korban kekerasan seksual, atau dalam bentuk iklan layanan masyarakat yang bertujuan membangun awareness/kesadaran terkait kekerasan seksual ini,” ucapnya.

Lebih lanjut Willy mengatakan bahwa kekerasan seksual bagaikan fenomena gunung es, yang terjadi karena faktor relasi kuasa.

Indonesia yang menganut faham patriarki ini menjadi sebuah ruang hegemoni yang memerlukan sebuah langkah lain untuk mengikis hal tersebut yang tidak hanya cukup dengan jalur pemberitaan (hot news, headline) maupun advokasi dan policy mengingat adanya kesenjangan antara undang-undang dengan eksekusinya dilapangan, namun juga butuh pendekatan lainnya yang berlangsung terus menerus sepanjang waktu. Untuk itulah diperlukannya membangun narasi dan literasi kepada masyarakatnya.

Semangat yang sama, terkait penghapusan tindak kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak, serta pengesahan RUU TPKS secara masif terus digelorakan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA).

Sebelumnya, Menteri PPPA Bintang Puspayoga mengajak semua pihak turut serta berjuang menghapuskan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak. Menurut dia, salah satu caranya dengan mendukung dan mengawal agar Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) dapat segera disahkan.

Menteri PPPA menekankan, berbagai upaya yang dilakukan pihaknya tidak akan mencapai hasil optimal tanpa adanya payung hukum yang mengatur perlindungan kekerasan terhadap perempuan dan anak secara komprehensif. Sebab saat ini banyaknya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak dengan beragam motif dan modus.

Sumber : infopublik.id

Tinggalkan Balasan