Posted on / by / in Catatan

Sejarahmu, Alif!

Pa, apa kado untuk Alif?”

“Apa ya?”

“Doa aja ya Pa!”

 Anakku, kesinilah, rapat dan peluk erat bapakmu. Bila doa itu yang kau minta sebagai kado ulang tahunmu. Mari, basuh muka, laku, dan hati. Kita susun jari-jari untuk bermunajad kepada Tuhan.

“Tuhan, terima kasih untuk segalanya! Ingatkan kami sebagai hambaMu yang sering alpa, untuk selalu mensyukuri nikmat yang Kau limpahkan!”

Anakku, enam tahun sudah kau tumbuh di tengah keluarga kita. Seperti cerita Franklyn si kura-kura yang sudah mandi sendiri, pakai sepatu dan baju sendiri, mengerti banyak warna serta tak luput berjoget ala Coboy Junior kesukaanmu.

Anakku, berhentilah sejenak, usap peluh di hidung dan jidadmu itu. Bapak kali ini ingin bersejarah padamu, tentang asal-usulmu. Tentang sabab-musabab, biar kau bisa menyusun ceritamu sendiri.“Anakmu bukanlah milikmu, mereka adalah putra putri sang Hidup, yang rindu akan dirinya sendiri.” Begitulah pesan Khalil Gibran, anakku!

Sejarahmu, tak lepas dari para moyang yang melahirkan dan membesarkan aku dan emakmu. Kau adalah muara dari warni-warni darah dan dinamika yang membuncah sebagai takdir. Ada kasih sayang Bundo Kanduang dari nenekmu. Ada spontanitas Mandailing dari Opungmu. Ada jejak langkah Brawijaya dari Eyang Puterimu. Serta spirit penaklukan dari para pengembara Sriwijaya dari Datukmu.

Anakku, sejarah tak ubahnya seperti alam yang membentang, itulah garis yang ditakdirkan Tuhan. Setiap yang hidup memiliki rona dan warna sejarahnya masing-masing.

Anakku, sejarah adalah alas kehidupan dan pintu ke masa depan. Sebab selalu saja ada tanya dan selidik, kau dari negeri mana dan apa warna darahmu?

Anakku, bukan karena sejarah manusia jaya, bukan karena warisan manusia kaya, bukan karena tahta manusia mulia. Kejayaan, kekayaan, dan kemuliaan datang dengan keringat, darah, dan air matamu sendiri.

Seperti pintamu sebagai kado di hari ulang tahun ini, anakku. Bapak dan emakmu selalu mendoakan yang terbaik untukmu dan lingkunganmu. Carilah jalanmu, susunlah naskahmu, dan rebutlah mimpimu sendiri dengan cerita, laku dan ilmu yang kami beri.

Anakku, selagi hayat masih di kandung badan, belajarlah pada alam yang terkembang. Bukan karena si Buyung lahir dari Rumah Gadang atau bukan karena si Tole anaknya tuan Kebon besar yang akan menaklukkan dunia ini. Itu semua hanya pintu dan alas, anakku.

Anakku, seperti cerita Negeri 5 Menara, kejayaan, kekayaan, dan kemuliaan hanya untuk mereka yang bersungguh-sungguh dalam hidup ini.

Selamat ulang tahun ke-6, Alif Camilo Adiwijaya!

Tinggalkan Balasan